Minggu, 27 Desember 2015

cahaya langit, cahaya ALLAH

sudah lebih dari sebulan ini, setiap ba'da subuh saya selalu menyempatkan diri keluar rumah. mendongak sedikit ke atas sekitar 50 derajat, kedua mata ini selalu berpapasan langsung dengan sebuah titik terang di arah timur. venus selalu setia muncul di tempat yang sama jika kondisi langit cerah. lantas tepat di atas kepala, jupiter pun setia memperlihatkan dirinya dengan gagah. sungguh pemandangan pagi yang begitu bermakna.

dan pagi tadi, hal itu pun tetap saya lakukan. kali ini pemandangannya lebih keren karena ada bonus purnama. saya memposisikan berdiri memandang ke arah utara. tepat di bawah jupiter saya melirik ke kanan (timur), tampak venus yang terang benderang dengan cantik. dan di sebelah kiri (barat), purnama masih terlihat sempurna tak kalah terang.

saya begitu mengagumi benda-benda langit. ada perasaan "rendah" dan bukan siapa-siapa setiap kali tersadar melihat keelokan benda-benda tersebut.

kemudian saya pun menyadari bahwa keindahan benda langit yang saya sebutkan di atas tentunya tidak akan ada jika tidak ada bintang yang berjasa memberikan cahayanya. dialah matahari. salah satu bola angkasa yang seringkali disalahkan ketika kondisi tubuh tidak nyaman karena gerah dan kepanasan. padahal sejatinya, mataharilah yang setia memberikan cahayanya supaya mata bisa melihat.

dan tentunya lagi, tak akan ada matahari jika tidak ada Sang Pencipta yang mengatur semua makhluk di langit dan bumi ini dengan perhitungan yang sempurna. Dialah ALLAH Rabb semesta alam. yang mengatur, yang memberikan rizki, yang menciptakan, yang melindungi. yang memberikan cahayanya pada siapa saja yang dikehendaki.

semoga ALLAH senantiasa memberikan cahayanya pula kepada saya untuk senantiasa sadar dan mengerti akan hidup ini, akan cita-cita luhur yang dijunjung. seperti dalam status whatsapp saya: hidup dalah cita-cita.

terakhir, saya sertakan salah satu lagu kesukaan saya, yaitu "cahaya" yang dinyanyikan oleh rabbani. silakan ditengok :)


terima kasih ya sudah mau membaca :)

Kamis, 03 Desember 2015

hujan, payung, dan cerita di bawah naungannya

musim hujan sudah mulai tiba. walau belum dalam frekuensi yang cukup sering setiap hari, tetapi fenomena jatuhnya pasukan H2O ke daratan bumi ini selalu menjadi pemandangan yang menarik. terlepas dari efek banjir yang berujung kemacetan, hujan tetaplah sebuah berkah yang harus disyukuri.

bagi saya sebagai seorang karyawan yang bekerja cukup jauh dan setiap sore akan berada di jalan pulang, seringkali bertepatan dengan datangnya hujan. sebagai bentuk bersahabat dengannya, maka saya selalu membawa payung supaya tetap bisa melewatinya dengan perasaan yang tetap nyaman.

payung, dengan diameternya yang berbeda-beda merupakan senjata yang mampu melindungi jasad ini dari gempuran pasukan H2O yang datang bertubi-tubi. tentunya semakin lebar diameternya, jasad dan apapun yang melekat padanya seperti pakaian dan tas tidak akan menjadi basah. pun sebaliknya, jika diameter payung semakin kecil, maka potensi "kebasahan" semakin tinggi. ah logika sederhana yang tak perlu dijelaskan sebetulnya.

diameter payung bagi saya adalah sesuatu yang penting dan menarik untuk dibahas. mengapa? karena saya menganggap bahwa itulah besarnya dunia kita ketika sedang dalam kondisi yang kurang bersahabat. itulah tempat berlindung yang membuat kita merasa tetap nyaman tatkala orang lain menerobos kebasahan atau menjadi (mungkin) terlambat tiba di suatu tempat karena memilih berteduh.

diameter payung inilah dunia kita. ada cerita menarik yang sebetulnya bisa diciptakan selama kita berada di bawah naungannya. cerita yang mungkin hanya berdurasi puluhan menit saja sesuai dengan setting-an volume hujan yang "Mikail" atur. cerita tentang sebuah dunia kecil yang mengajarkan kita untuk fokus tanpa melihat ke sekeliling. tidak mutlak demikian, tetapi bukankah kebanyakan orang yang berjalan di bawah payung berjalan terburu-buru tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri?

sumber gambar: http://metro.tempo.co

jadi sebetulnya di bawah naungan payung, tercipta sebuah cerita tentang diri kita sendiri tanpa melibatkan orang lain. kita diberikan pilihan untuk berusaha menciptakan cerita menarik di tengah ketidaknyamanan gempuran hujan atau justru melewatinya begitu saja tanpa berpikir sama sekali. dan saya selalu memilih untuk menciptakan cerita di bawahnya sambil menikmati butiran hujan yang syahdu.

di bawah naungan payung, saya memilih untuk berbicara dengan diri sendiri tentang kebaikan ALLAH, tentang rahmat-Nya yang begitu besar, tentang pencapaian diri, tentang cita-cita, tentang nilai kehidupan. dan di saat saya berpikir seperti itu, saya selalu berujar di dalam hati supaya ALLAH berkenan menurunkan hujan kembali supaya saya bisa bercerita.

iya, supaya saya bisa bercerita... seperti cerita butiran hujan yang menyampaikan kalimat tasbih dari makhluk pada Tuhan-nya, seperti cerita butiran hujan yang menyampaikan pesan dari sepasang kekasih yang dilanda rindu berkepanjangan, dan juga seperti cerita butiran hujan yang menyampaikan mimpi-mimpi manusia kepada Rabb-nya.