Minggu, 31 Januari 2016

sudah terlalu

sudah terlalu banyak nikmat sehat yang diberikan oleh ALLAH, tapi...
begitu sedikit dari kesehatan tersebut yang digunakan untuk bergiat dalam ketaatan pada-Nya...

sudah terlalu banyak nikmat harta yang diberikan oleh ALLAH, tapi...
begitu sedikit dari harta tersebut yang digunakan untuk berjuang di jalan penyembahan kepada-Nya...

sudah terlalu banyak nikmat waktu yang diberikan oleh ALLAH, tapi...
begitu sedikit waktu yang didedikasikan khusus untuk mengimplementasikan bukti takwa pada-Nya...

sudah terlalu banyak nikmat ketenangan diri yang diberikan oleh ALLAH, tapi...
begitu sedikit rasa tenang tersebut digunakan untuk bermesra dalam kesendirian meratapi dosa-dosa kepada-Nya...

ah, sudah terlalu banyak memang, tapi begitu sedikit memang...

ALLAH telah memberikan banyak nikmat yang tak terhitung, tetapi manusia memiliki kecenderungan untuk sedikit sekali bersyukur dan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak yang memberikan.

pernahkah kita menanyakan untuk apa harta yang ALLAH berikan kepada kita?
pernahkah kita memikirkan untuk apa ALLAH berikan sehat pada jasad kita?
pernahkah kita merenungi kemana lenyapnya waktu yang berdetik setiap saat?
pernahkah juga kita mencoba mencari tahu sumber ketenangan yang kita peroleh?

ah, sudah terlalu cuek memang...

ALLAH tak pernah aniaya kepada makhluk-Nya, apapun keinginan kita semua diberikan, tetapi manusia memiliki kencenderungan untuk menganiaya dirinya sendiri hingga terperangkap dalam lembah kenistaan.

sadarlah sehat kita akan menjadi pertanyaan di akhirat kelak...
sadarlah harta kita akan dimintai pertanggungan jawab di hari akhir kelak...
sadarlah waktu kita akan diperhitungkan di hari pembalasan kelak...
sadarlah juga ketenangan diri yang kita rasakan kelak akan dinukil di akhirat kelak...

ah, sudah terlalu terbius memang...

sumber gambar: www.kompasiana.com

saatnya kembali untuk bersyukur atas apa yang dimiliki, dan menyiapkan diri serta berbenah dengan penuh kesadaran untuk segala kemungkinan di akhirat kelak...
karena hidup ini sudah terlalu...

Sabtu, 30 Januari 2016

mau sholeh atau salah?

asslamu'alaykum semua...

terima kasih untuk kawan-kawan yang masih setia mau membaca artikel-artikel yang saya tulis di blog ini. mencoba untuk produktif kembali setelah satu minggu lamanya tidak menulis. ayo mari kita produktif dan jangan sampai terlena oleh rasa malas.

melalui buku lapis-lapis keberkahan yang sedang saya baca, saya jadi mengetahui bahwa sahabat Umar bin khaththab pernah berpesan sebagai berikut:

"kedua tangan ini tercipta untuk bekerja. jika tak disibukkan dalam kerja ketaatan, ia akan tetap bergiat dalam kemaksiatan."

apa artinya?

manusia berkemungkinan untuk melakukan kegitan positif atau negatif. jika membiasakan diri untuk bekerja dalam kebaikan, maka akan senantiasa terjaga dari perbuatan buruk, pun sebaliknya. karenanya, menyibukkan diri untuk beramal sholeh, akan memalingkan kita dari beramal salah. dan bagi kedua amal yang bertolak belakang tersebut, ALLAH menyediakan berbagai akibat yang juga berlawanan (fillah, 2014).

nah hari ini adalah hari sabtu. orang bilang ini adalah akhir pekan, saatnya untuk bermalas-malasan sebagai penebus letih di lima hari sebelumnya yang dijejali dengan rutinitas penuh energi. refreshing ke mall, tidur seharian, movie marathon, leyeh-leyeh ga jelas adalah beberapa pilihan yang bisa diambil untuk menghabiskan waktu di sabtu (dan minggu juga mungkin). tapi ada juga yang justru sabtunya digunakan untuk olah raga, beres-beres rumah, menulis, membaca, kuliah, dan belajar.

ya, intinya silakan pilih aktivitas apa yang akan dilakukan, yang pasti jika membiasakan untuk produktif, maka rasa malas akan terhempas. tapi jika sebaliknya, membiarkan rasa malas menyerang, maka sia-sialah waktu yang dimiliki.

mau produktif atau malas adalah sebuah pilihan :) sumber gambar: izyanstory.blogspot.com

contohnya kemarin, team QC cibitung juara melakukan aktivitas di luar kebiasaan. biasanya asyik bekerja menganalisa bahan-bahan makanan dan kemasan, tapi kali kemarin kami melakukan aktivitas positif lainnya, yaitu membuat menu makanan di acara #QCbermain yang mana tantangan bulan januari ini adalah #QCchef, lalu siangnya melakukan performance seni untuk pementasan audisi menjelang hari ulang tahun nutrifood, dan sorenya wisuda salah satu team QC cibitung juara yang akan mutasi kerja ke Sentul.

sungguh energi banyak sekali tersita, tetapi selama itu adalah kegiatan produktif, positif dan bermanfaat, bersyukurlah karena artinya sudah berhasil mengalahkan rasa malas. kembali pada pesan sahabat Umar di atas, begitulah sejatinya aktivitas manusia di dunia. fokus pada berkegiatan positif atau justru pada kegiatan yang sia-sia.

semoga kita semua terhimpun dalam golongan orang-orang yang senantiasa sibuk dalam bertaat dan berbenah pada ALLAH, bukan justru sebaliknya menganiaya diri sendiri dalam kubangan kemaksiatan. aamiin :)

terima kasih banyak ya sudah mau membaca.

wassalamu'alaykum semua...

Sabtu, 23 Januari 2016

pergeseran konsep "rejeki"

Membaca beberapa bab tentang konsep rejeki pada buku lapis-lapis keberkahan karya penulis muda Salim A. Fillah membuat saya merenung. Sejalan dengan apa yang saya yakini, rejeki adalah sebuah kebaikan ALLAH yang diberikan kepada semua makhluk-Nya di muka bumi ini, tak terkecuali binatang melata semacam cicak pun sudah ALLAH gariskan rejekinya. Padahal cicak hanya bisa merayap di dinding, tetapi bagaimana mungkin ia tetap bisa makan dan hidup? Jawabannya adalah karena nyamuk sudah disiapkan ALLAH untuk bisa terbang dan sesekali menuju cicak “menawarkan dirinya” dimangsa. Sungguh luar biasa bukan? ALLAH benar-benar menyiapkan rejeki bahkan untuk cicak sekalipun? Apatah lagi untuk manusia sebagai makhluk terbaik yang diciptakan-Nya.

Namun, sayangnya manusia sendirilah yang kemudian dengan akal dan pikirannya membuat batasan-batasan rejeki menurut persangkaan dan ilmunya yang tak seberapa. Rejeki lebih diidentikkan dengan perkara harta, lebih spesifik lagi adalah uang. Tidak semua berpikir demikian memang, tetapi senyatanya uang telah identik dengan rejeki.

sumber: kyahmad.wordpress.com

Pernah mendengar ungkapan seperti ini? “Mah, Papah baru saja dapat rejeki lebih. Tadi dapat bonus tambahan 1 juta”. Seolah rejeki tambahan itu adalah uang 1 juta tersebut. Lantas ketika pulang kerja dengan selamat, aneh rasanya jika bilang: “Mah, Papah dapat rejeki besar yang luar biasa, keselamatan selama di perjalanan, penjagaan ALLAH dari hal-hal buruk. Sungguh senang sekali”. Aneh ya? Iya aneh karena manusia telah memberikan batasan atau standard rejeki itu adalah uang yang setara dengan nominal-nominal dalam satuan rupiah, dollar, euro atau yuan.

Miris memang melihat fenomena seperti ini, uang telah berhasil menjadi “berhala” yang menggerakkan manusia bertindak sesuai standard yang ada. Tak jarang perseteruan yang terjadi, tersebab karena harta. Banyak orang khawatir bersedekah karena uangnya berkurang. Banyak orang khawatir memiliki banyak anak karena takut pengeluaran tambah banyak. Sebaliknya, banyak orang membelanjakan uang dengan mudah dan tanpa pikir panjang untuk kesenangannya dan memenuhi hawa nafsunya.

Uang kini telah menjadi sumber ketakutan, bukan lagi ALLAH yang perlu ditakuti. Uang sudah menjadi sumber kebahagiaan, bukan lagi ALLAH sebagai pemilik segala kebahagiaan. Padahal jika boleh saya memilih, saya ingin menjadi orang yang paling ringan hisabnya tersebab harta, khususnya uang. Saya berharap harta yang didapat, jelas sumbernya sehingga bisa menjawab pertanyaan di akhirat kelak. Pun saya berharap harta yang dibelanjakan, jelas peruntukannya untuk kepentingan ALLAH sehingga bisa tenang ketika hisab nanti. Aamiin…

Ah pelik sekali masalah uang ini. Rugi sekali rasanya jika hidup hanya dipenuhi dengan urusan uang dan uang. Bukan berarti hidup tak perlu uang, tetapi tempatkanlah uang dengan bijak sesuai posisinya.

Saya hanya khawatir, standard kebahagiaan kelak akan berubah dari yang semula menggunakan standard ALLAH, yaitu memperoleh derajat takwa, tapi mungkin suatu saat (atau bahkan sudah terjadi) berganti menjadi standard versi manusia yang mengukurnya dari banyak sedikitnya harta yang dimilikinya.

Jadi, dari mana hartamu didapat dan ke jalan mana harta tersebut mengalir keluar? Siapkah dengan 2 pertanyaan ALLAH tersebut kelak di akhirat? Semoga sudah siap ya :)

Senin, 11 Januari 2016

cerita kemacetan

pagi tadi, saya berangkat kerja ke arah pasar rebo seperti biasa. bedanya, kali ini sedikit lebih siang karena memang ada agenda rapat di kantor jakarta. saya berangkat naik motor dari depok pukul 07:10 WIB. biasanya saya berangkat super pagi pukul 05:15 dan jalanan masih relatif lengang hingga tiba di pasar rebo.

namun, kali tadi tak demikian. dari stasiun lenteng agung, jalan sudah sangat padat. untuk sampai fly over tanjung barat yang jaraknya hanya sekitar 4 km, membutuhkan waktu hingga 1 jam karena macet. bayangkan dengan sepeda motor saja yang bisa leluasa selap-selip perlu waktu selama itu, apalagi mobil yang saya perhatikan relatif lebih lambat.

sumber gambar: dreamindonesia.me

saya yang jarang sekali dihadapkan pada situasi demikian, mencoba menerka-nerka apa yang ada di isi kepala setiap orang yang mengalami hal serupa dengan saya tadi pagi. adakah di antara mereka yang biasa-biasa saja karena menganggap macet seperti itu adalah hal lumrah? ataukah ada yang tetap riang karena alasan yang entah kenapa? atau adakah yang hatinya begitu geram terbakar emosi karena merasa menderita?

jika diambil datanya dengan wawancara satu per satu dan data yang didapat tersebut diolah secara statistik, saya cukup yakin opsi ketiga akan mendapatkan persentase terbesar. polusi udara dari asap knalpot yang tidak bersahabat di hidung, panas terik mentari yang cukup menyengat walau hari masih pagi, dan ketergesaan orang-orang berkendara yang membuat agak risih, semuanya berpadu memainkan emosi dalam jiwa. sejujurnya, saya sempat terpancing untuk menjatuhkan diri bersikap seperti pada pilihan ketiga. saya sempat ingin memaki dan menyumpah kondisi tadi dengan emosi yang tak terkendali. tanda kemacetan lalu lintas membuat otak saya juga macet berpikir jernih.

namun, bersyukur sekali suara jiwa membuat saya tersadar. ada sebuah bisikan yang mengingatkan saya dan berkata lembut: "panasnya mentari pagi ini, tidak seberapa dibandingkan dengan panas api neraka kelak. riuhnya lalu-lalang dan desakan orang pagi ini, tidak sebanding dengan pontang-panting manusia durhaka di neraka kelak". seketika saya langsung tersadar. ada rasa takut yang kemudian bergejolak dan membuat saya spontan menarik bibir ke kedua arah kanan dan kiri. saya buat perjalanan tadi tetap menyenangkan dan gembira hingga akhirnya alhamdulillah saya sampai juga di lokasi pukul 08:30 WIB.

sungguh bersyukur bisa lepas dari kondisi tak mengenakkan tadi pagi. rasa-rasanya dunia perkotaan yang menjadi simbol peradaban manusia, terkadang seperti boomerang yang menawarkan kemudahan tetapi berbalut "racun mematikan". terlalu lebay mungkin. tapi itulah yang terjadi bukan?

ah, sudahlah... yang penting saya sudah melewati kejadian tadi pagi dengan emosi yang masih cukup terkendali. berharap tak menemukan kondisi serupa yang bisa memancing kemarahan.

dan ajaibnya, begitu mudah bagi ALLAH untuk mengganti emosi negatif yang sempat saya pendam tadi pagi. pulang dari pasar rebo pukul 18:10 WIB, saya melewati jalan yang sama dengan ketika berangkat, tetapi beda arah tentunya. jalan yang biasanya macet dari setelah stasiun tanjung barat hingga stasiun lenteng agung, tapi tadi sore begitu lancar. sangat lancar bahkan! tak pernah seperti itu sebelumnya. dan tentunya tidak ada emosi negatif yang bercokol di ubun-ubun, melainkan sebaliknya. senang!

ah, saya tersadar bahwa kejadian apapun yang ada dan menimpa diri kita, ALLAH selalu memberikan kebebasan pada kita untuk menanggapi seperti apa. setiap rangsangan yang dihadirkan, bisa direspon dengan sekehendak hati. kita diberikan pilihan untuk marah atau senang, kita dibebaskan memilih untuk geram atau tetap semangat. semuanya perkara pilihan jiwa.

dan jiwa yang senantiasa dekat pada pemiliknya akan senantiasa mendengarkan perintah dari Rabb-nya yang menyeru pada kebaikan.