05:40 am. Jam di
stasiun tanjung barat menunjukkan jarum panjang di angka 8 dan jarum pendek
yang hampir menuju angka 6.
Seperti biasa saya
berjalan agak tergesa. Setelah berhasil melewati gate out dengan melakukan tapping
kartu commet sebelumnya, kemudian tatapan mata saya langsung dilayangkan kepada
angkot kijang merah bernomor “19” yang biasanya ngetem di depan stasiun. Untuk menujunya, sebuah perjuangan kecil
melewati jembatan penyeberangan harus dilalui dengan seksama.
* * *
05:40. Kali ini dalam
pm. Jam di stasiun tanjung barat menunjukkan jarum panjang di angka 8 dan jarum
pendek yang hampir menuju angka 6.
Jam itu adalah jam
yang persis sama yang saya lihat setengah hari yang lalu. Tepat 12 jam sudah
saya meninggalkan stasiun tanjung barat. Dan itu berarti pula bahwa planet bumi
yang kita injak ini sudah ber-rotasi separuhnya.
"Di manakah saya selama 12 jam tersebut?”
Pertanyaan ini
mendadak terbersit dalam pikiran saya. Di dalam kereta saya merenungkan dengan benar.
“Hhhmmm, di mana saya selama 12 jam ini?
Dan apa yang saya perbuat selama 12 jam tersebut?”
Memanggil kembali memori 12 jam ke belakang
mungkin masih terbilang mudah. Saya dengan cukup cepat mendeksripsikan ulang
apa saja hal yang telah terjadi selama 12 jam dengan rincian 4 jam di
perjalanan dan 8 jam di pekerjaan. Saya hanya berdo’a 12 jam yang saya lakukan
(di manapun saat itu), semoga menjadi 12 jam yang bermanfaat yang kelak
memberatkan timbangan kebajikan di akhirat, semoga menjadi 12 jam yang tidak
dimurkai ALLAH hanya karena kelalaian saya baik yang disengaja maupun tidak,
semoga menjadi 12 jam yang nyata memberikan faedah untuk mendukung cita, karya
dan karsa. Aamiin.
Pertanyaan berikutnya,
lantas bagaimana jika otak kita diminta untuk memanggil kembali aktivitas 12
hari yang lalu, atau 12 bulan yang lalu, atau bahkan 12 tahun yang lalu?
Semuanya ternyata
berkata tentang waktu. Dimensi yang satu ini kerap kali menjadi hal yang tanpa
disadari telah mengendalikan diri kita setiap saat. Ke manakah waktu yang sudah
berjalan lama ini? Akankah ia menjadi saksi yang kelak membantu kita
terselamatkan dari pertanyaan dari Sang Pemilik Waktu? Atau justru sebaliknya.
Sayangnya waktu selalu
menjadi hal yang dijadikan sebagai kambing hitam dari kelalaian fardiyah. Tidak
melakukan a, dibilang “tidak ada waktu”. Tidak sempat b, dibilang “waktunya
mepet”. Dan jika mendadak ada c, dibilang “waktunya kok mendadak” Kasihan waktu!
Selalu salah.
Padahal waktu hanyala
dimensi yang sebetulnya bisa dikelola…. Jika kita mau mengelolanya dengan baik.
Ya, dengan baik dan benar. Sesuai dengan arahan dari Sang Pemilik Waktu.
Sekian,
Terima kasih bagi yang
sudah mau membaca.
Senang sekali posting-an pertama di tahun 2015 ini
temanya adalah tentang waktu.