Tujuh Belas Oktober…
Semoga senantiasa
diberikan kesehatan, berkah dan nikmat tiada tara dari Sang Pencipta. Aamiin :)
Jika di
tulisan saya sebelumnya tentang Semarang sempat mengungkit mengenai gathering,
kali ini saya akan bercerita tentang gathering dengan orang-orang yang sama,
tetapi ketambahan beberapa orang baru, dan tempatnya pun berbeda. Tak lagi ke
Semarang, tetapi ke sebuah tempat yang tak kalah keren.
Sebuah cerita
pengembaraan di minggu lalu bersama para penggiat mutu di pabrik tempat saya
bekerja. Ke sebuah tempat yang menjadi salah satu tempat wisata menarik di
tatar pasundan. 17 Juli 2006 lalu, tempat ini sempat diterjang keganasan tsunami
dan menewaskan sekitar 400 orang yang berhasil diidentifikasi, dan 500 sisanya
tidak diketahui. Ia adalah Pantai
Pangandaran, Jawa Barat.
Kami 20 orang
kece bermental juara, yang terdiri dari 17 pria dan 3 wanita berangkat dengan
mengusung sebuah misi yang dikejewantahkan panitia dalam sebuah tema yang
sangat menarik:
Gathering QC Cibitung Juara: One Day without Gadget, To Reach
Togetherness Today, Tomorrow and Forever!
Harapannya, peserta bisa
berkomitmen untuk sejenak meninggalkan keasyikan dengan gadget-nya masing-masing yang
selama ini selalu melekat erat, demi merasakan arti sebuah kebersamaan bersama
para penggiat mutu berlabel QC Cibitung Juara.
Apa saja yang
kami lakukan dan ke mana sajakah tempat yang dijamah selama berada di sana?
Sila disimak ya, kawan-kawan…
*
* *
Kami
berangkat dari pabrik di Kawasan Industri MM 2100 Cibitung, Bekasi menggunakan
bus 32 seat. Agak berlebih karena sebetulnya yang berangkat dalam gathering ini
hanya 20 orang. Tak mengapa, jadi leluasa berada di bus yang kekurangan muatan.
Hehehe.
Pukul 22:30
kami resmi meninggalkan pabrik. Perjalanan malam ditempuh dengan melewati tol terlebih
dahulu hingga Cileunyi, baru kemudian dari Cileunyi akan melewati jalan arteri
yang menghubungkan kota-kota di selatan Jawa Barat, yaitu Bandung, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar.
Berhubung
berangkat malam, dan sedari pagi hingga sore kami semua sudah lelah bekerja
(bahkan sebagian menyempatkan kuliah dulu lho. Salut!), maka kami memilih untuk
berdamai dengan membiarkan rasa kantuk melampiaskan jati dirinya. Rerata semua
tidur ketika perjalanan baru 1-2 jam setelah sebelumnya menikmati snack malam.
(Tidur)
Singkat
cerita kami sampai di lokasi meeting
point dengan tour guide sebuah Event Organizer (EO) yang kami pilih.
Tepatnya di Pusat Oleh-Oleh Owen sekitar
pukul 07:30. Tiba di sana dan berkenalan dengan sang tour guide yang bernama Kang
Asep, kami semua kemudian disambut dengan sarapan nikmat berupa nasi, mie goreng,
ayam goreng, sayur asem, kerupuk dan sambal. Alhamdulillah urusan perut sudah
bisa ditandai dengan checklist “done”.
Dari situ,
kami melanjutkan perjalanan menuju destinasi pertama, yaitu Cukang Taneuh atau yang lebih dikenal
dengan Green Canyon. Green Canyon terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang,
Kabupaten Pangandaran. Obyek wisata mengagumkan ini sebenarnya merupakan aliran
dari sungai Cijulang yang melintas menembus gua yang penuh dengan keindahan
pesona stalaktit dan stalagmitnya. Selain itu daerah ini juga diapit oleh dua
bukit, juga dengan banyaknya bebatuan dan rerimbunan pepohonan. Semuanya itu
membentuk seperti suatu lukisan alam yang begitu unik dan begitu menantang
untuk dijelajahi (rujukan colek sini)
Kami tiba di
Green Canyon sekitar pukul 09.00, di dermaga yang juga menjadi loket
pemberangkatan sudah banyak wisatawan lain yang mengantre. Beruntung kami menggunakan
EO, sehingga tanpa perlu antre, 5 orang dari kami masing-masing dijadikan 1 group dan menaiki kapal yang akan
mengantarkan kami ke lokasi, untuk kemudian body
rafting sampai ke Batu Payung.
Bersama
perahu berbahan bakar solar tersebut, kami membelah sungai yang berwarna hijau
toska. Mungkin karena itulah obyek wisata ini dinamakan Green Canyon. Sebagai
pengagum biologi, saya menduga warna hijau ini dikarena banyak organisme dari kingdom
Plantae di dasar sungai. Keindahannya menjadi berlipat ketika di sepanjang
perjalanan membelah sungai tersebut, mata ini dibuat takjub disuguhi pepohonan
di kanan kirinya yang menjadikan sensasi perjalanan ini seolah tengah berkelana
di belantara hutan Kalimantan. Gagah!
Sekitar 10
menit melewati sungai dengan perahu, kami kemudian mendarat di mulut Green
Canyon yang berupa tebing yang agak gelap karena tak tertembus matahari.
Stalaktit dan stalagmit yang muncul di tebing-tebing tersebut membuat Green
Canyon benar-benar pecah dan juara indahnya! Kami kemudian menggunakan
pelampung dan bersiap untuk body rafting
atau berenang menuju Batu Payung.
Jarak menuju
Batu Payung sebetulnya dekat saja, hanya sekitar 100 meter. Aliran air yang
kami renangi diapit oleh dua tebing setinggi 10 meter yang jika menengadah ke
atas, maka tetesan dan percikan air tanah akan jatuh mengenai muka yang bagi
saya sensasi ini teramat romantis dan sayang sekali dilewatkan. Damai sekali,
membuat saya semakin suka dengan Biologi dan Geografi. #lho.
Sampai di
Batu Payung, kami kemudian menaiki sebuah batu yang bentuknya memang mirip
seperti payung terbuka. Hampir semua dari kami memutuskan untuk menaiki batu
tersebut dan melompat ke dasar sungai. Sebuah pengalaman menaklukan ketakutan dalam
diri. Mengapa? Karena bagi mereka yang takut, tantangan ini ternyata tidak bisa
dilewati. Sayang sekali, padahal pengalaman seperti ini belum tentu bisa
didapatkan di kota.
Setelah
sekitar 1 jam kami dibuat asyik bermain, kami harus segera kembali. Sebetulnya
jika kawan-kawan berkesempatan ke tempat ini, bisa melanjutkan perjalanan
hingga ke Batu Putri dengan biaya
esktra 100 ribu per pemandu. Namun, kami semua memutuskan untuk stop di Batu Payung dan dengan perahu
yang sama, kami semua kembali menuju loket pemberangkatan.
Dari Green
Canyon, kami kemudian bertolak ke Pantai
Batu Karas. Sekitar 15 menit perjalanan. Niatnya di tempat ini kami akan
memainkan game dari panitia. Namun,
karena sihir air laut yang begitu mendayu-dayu, para peserta pun ogah-ogahan
bermain dan akhirnya game yang baru
dilaksanakan separuh jalan tersebut dibatalkan. Kami semua bersepakat untuk
berenang saja di laut. Lalu saya? Mungkin karena faktor umur, saya lebih
memilih untuk merenung di tepi pantai mengingat keluarga di rumah, sambil menunggui sandal dan perlengkapan
teman-teman yang sedang bercumbu dengan kombinasi air, garam dan gelombang.
bermain games, santai dan makan di pantai batu karas |
i love my family (sebuah judul yang agak maksa. biarin ah) |
Asyik
berenang dan tentunya menghabiskan tenaga yang tidak sedikit, perut sudah minta
untuk diisi dengan santapan yang disediakan oleh Kang Asep and friend. Hidangan makan siang sudah disiapkan di tepi pantai,
dan tanpa komando kami semua berpesta! Nasi, karedok, kangkung, cumi goreng tepung,
kerupuk, sambal dan semangka sungguh berhasil menggoyang lidah, terutama
karedoknya yang aduhai.
Selesai
makan, kami semua mandi dan sholat. Setelah itu perjalanan berikutnya sebelum
ke hotel adalah menuju Pantai Batu Hiu.
Ada apakah di pantai ini?
Selama kurang
lebih 20 menit perjalanan dari Batu Karas, kami sampai juga di Pantai Batu Hiu.
Untuk menikmati pantai ini, kami harus menaiki anak tangga dan menyaksikannya
dari atas bukit. Pemandangannya sekilas seperti Tanah Lot, Bali. Angin yang
menderu, gelombang ombak pantai yang berkejaran laksana pasukan dari kerajaan
Mongol, biru laut dan langit yang berpapasan di penghujung sebuah garis yang
tak bisa lagi dinalar, semuanya berhasil menghipnotis mata untuk berdecak
kagum, tapi tidak dengan sinar panas sang surya yang begitu menyengat. Cuaca
yang teramat panas, sedikit mengganggu ritual penghayatan keindahan yang tengah
dilakukan. Tapi bagaimanapun, tetap bersyukur karena semuanya adalah bentuk
kasih sayang ALLAH yang begitu hebat memainkan unsur-unsur alam yang sempurna.
Masih di
kawasan Pantai Batu Hiu, kami diajak Kang Asep untuk melihat Penangkaran Penyu. Mulai dari bayi
penyu hingga penyu manula ada di sini. Saya terkesima melihat bayi penyu
yang begitu kecil dan rapuh. Nampak sekali mereka tidak berdaya jika harus
berada di alam bebas. Lain halnya dengan penyu yang sudah dewasa sebesar
bantal, terlihat lebih gagah dan kuat. Senang sekali berkesempatan menyaksikan
salah satu anggota Reptil yang menurut saya paling “jinak” ini.
Dari
penangkaran penyu, kami kemudian bertolak menuju Hotel Sandaan yang berlokasi tepat di depan Pantai Barat di
bilangan Jalan Pamugaran Bulak Laut No. 100. Sebuah hotel yang konon katanya 20
tahun yang lalu sempat menjadi hotel nomor satu di daerah sini. Kami menyewa 5
kamar family room berisi
masing-masing 4 orang, kecuali untuk wanita tetap hanya ber-3, imbasnya ada 1
kamar yang diisi oleh 5 orang.
Hotelnya
cukup bersih, dan tak diduga ada kolam renangnya. Halamannya luas dan
seringkali disinggahi pedagang keliling yang masuk bersama gerobaknya. Seperti
di sebuah komplek perumahan di kala sore hari.
Saya yang
sebetulnya kurang fit sepulang dari Batu Hiu tadi, memutuskan untuk langsung
beristirahat, sementara yang lain ada yang bermain sepak bola dan ada juga sebagian
panitia yang mengurus urusan administrasi. Betapa beruntungnya saya memiliki
rekan-rekan yang begitu peduli, selepas sholat maghrib 3 orang rekan membantu me-maintenance
seluruh badan saya. Pinggang yang memang sebelum berangkat pun sudah saya
tempeli koyo berkali-kali, jemari kaki yang sempat keram ketika di Green
Canyon, dan juga seluruh badan yang terasa “aus” semuanya di-reparasi.
Alhamdulillah badan saya setelah itu terasa lebih baik dan bugar kembali. Dan
saya bisa turut serta dalam acara malam dari panitia.
Sekitar pukul 20:00, kami semua menuju sebuah tempat yang tak jauh dari hotel.
Di sana Kang Asep sudah menyiapkan makan malam dan sepaket api unggun untuk
mendukung jalannya acara malam dari panitia. Lokasinya tepat di bibir pantai
yang mana ketika kami tiba, lokasi sudah cukup ramai oleh beberapa orang yang
memang tengah menikmati keindahan laut malam hari.
Kami
melanjutkan game tadi siang yang
sempat tertunda. Namun, sebelumnya kami menyantap boga bahari yang disajikan
terlebih dahulu. Cita rasa laut sungguh dominan pada menu makan malam tersebut,
seperti cumi goreng tepung, udang saus padang, dan ikan bakar (entah ikan apa)
yang dikombinasi dengan sayuran, sambal dan kerupuk. Mantap! Alhamdulillah :)
Selepas makan,
kami bermain game dan pertunjukkan
kelompok bertajuk “QC Mencari Bakat” yaitu pentas dadakan yang hanya disiapkan
selama 30 menit saja. Hehehe. Dilanjutkan dengan pembagian door prize dan “drama” penyambutan rekan-rekan QC Cibitung Juara yang
belum lama bergabung serta “ngerjain” rekan-rekan yang berulang tahun...
Spontan kondisi sudah mulai “brutal” dan “basah”.
Hingga tak
terasa, deburan ombak kian terdengar rusuh, malam sudah berada di puncak.
Gemintang semakin nyata terlihat. Kami harus (terpaksa dan dipaksa) meninggalkan
pantai jam 23:30 untuk kembali ke hotel dengan berjalan kaki sekitar 10 menit.
Dan tiba di hotel…
Dan tiba di hotel…
Alih-alih langsung
beristirahat, justru separuh dari kami melanjutkan drama basah-basahan dengan
berenang di kolam renang hotel. Pengalaman langka berenang di tengah malam
sambil berkelakar membuat ribut suasana kamar yang “cukup apes” berada di dekat
kolam renang. Hehehe, maafkan ya, Bapak-Ibu sekalian :p
(Tidur)
Keesokan harinya,
setelah sholat subuh di saat yang lain (mungkin) belum bangun, saya menyengaja keluar hotel untuk menengok matahari terbit dan juga melihat pemandangan pagi di pantai. Ternyata walau baru pukul 05:30 pantai sudah cukup ramai dikunjungi keluarga yang mungkin menginap di sekitar pantai. Saya mencoba mengabadikan pemandangan tersebut dengan kamera HP sambil tercenung membayangkan peristiwa tsunami yang pernah melanda.
pukul 08:00 kami semua menuju Taman Wisata dan Cagar Alam Pangandaran. Dari loket pembayaran, tersedia tangga untuk naik yang kemudian disambut dengan sekawanan monyet yang asyik berkelakar. Monyet-monyet tersebut cukup jinak dan tidak membuat takut pengunjung. Kami berjalan menyusuri jalan setapak yang disediakan hingga akhirnya tiba di Pantai Pasir Putih. Di perjalanan kami melihat ada gua peninggalan Jepang yang konon katanya merupakan sisa-sisa bekas Perang Dunia II.
suasana pagi di pantai depan hotel sandaan |
pukul 08:00 kami semua menuju Taman Wisata dan Cagar Alam Pangandaran. Dari loket pembayaran, tersedia tangga untuk naik yang kemudian disambut dengan sekawanan monyet yang asyik berkelakar. Monyet-monyet tersebut cukup jinak dan tidak membuat takut pengunjung. Kami berjalan menyusuri jalan setapak yang disediakan hingga akhirnya tiba di Pantai Pasir Putih. Di perjalanan kami melihat ada gua peninggalan Jepang yang konon katanya merupakan sisa-sisa bekas Perang Dunia II.
snorkeling ganteng dan cantik di pasir putih |
we are qc cibitung juara :) di cagar alam menuju pantai pasir putih |
Tiba di
pantai ini, suasana sudah cukup ramai. Banyak orang yang berenang, snorkeling dan juga rekreasi ganteng dan
cantik dengan hanya melihat dari tepi. Tapi kami semua adalah pengembara yang
penuh dengan rasa ingin tahu. Sayang jika hanya duduk-duduk manis menikmati
dari tepi. Kami bersepakat untuk snorkeling…
Yeay!!!
Namun,
harapan tidak seindah yang dibayangkan. Pemandangan bawah lautnya kurang
menarik, tapi tak mengapa. Kebersamaan dan pengalaman rekan-rekan mencoba hal
baru itu jauh lebih penting. Setuju? Hahaha *padahal tetep saja rugi.
Selanjutnya
kami menuju wahana water sport yang
jaraknya tidak jauh dari kawasan Cagar Alam. Sebetulnya berjalan pun bisa, tapi
kami cukup beruntung diantar oleh motor lawas yang dimodifikasi seperti sebuah pick up bermuatan 10 orang.
Kami naik Banana Boat yang disediakan oleh Aditya Water Sport di Pantai Timur. Untuk pertama kalinya saya mencoba water sport macam ini. Pengalaman
menarik yang cukup mendebarkan. Walau tidak semenegangkan naik Hysteria-nya
Dunia Fantasi, tetapi ketegangan berupa melaju menuju tengah laut, dan kemudian
sengaja dijatuhkan adalah sebuah sensasi tak terlupakan dalam bermain wahana
ini. Sungguh sebuah pengalaman yang berkelas!
Setelah itu,
kami semua mandi, sholat dan makan siang. Beberapa membeli oleh-oleh pakaian di
toko milik Kang Asep. Juga mampir sejenak dan berpisah dengan Kang Asep di Pusat Oleh-Oleh Owen yang juga menjadi
titik pertemuan awal dengan beliau. Sangat berterima kasih selama dua hari ini
dipandu oleh seorang tour guide yang
cukup jempolan semacam Kang Asep. Hatur nuhun, Kang :)
Dan berikutnya
kami resmi meninggalkan Pangandaran. Rasa lelah dan kantuk membuat suasana bus
sepi semenjak pukul 14:00 sampai 17:00. Baru selepas isitirahat dan sekalian
sholat maghrib di Ciamis, kondisi di dalam bus mulai ramai oleh seniman QC yang
berturut-turut menyanyikan senandung karya Iwan Fals. Sebagian lagi terlelap
dan melanjutkan mimpi. Rasa lelah selama dua hari di Pangandaran ditebus dengan
istirahat, hingga akhirnya pukul 00:20 kami tiba kembali di pabrik dengan
selamat tanpa kekurangan apapun. Alhamdulillah.
* * *
Perjalanan
kali ini bukan melulu soal senang-senang. Pun semuanya bukanlah perkara
geografis, tempat dan juga agenda. Tapi tentang pengetahuan yang bertambah,
tentang kebersamaan yang terbingkai apik, juga tentang rasa syukur betapa ALLAH
masih terlampau baik membiarkan kita merasakan karunia dan nikmatnya yang besar
dalam sebuah keluarga bermental juara.
Sebuah ajang
pembelajaran untuk menghargai kebersamaan, komitmen pada aturan, belajar
kepemimpinan dan juga belajar bersyukur akan nikmat berupa bentang alam yang
memukau. Semoga hikmah ini juga dirasakan oleh semua team QC Cibitung Juara,
dan semoga penyelenggaraan Gathering QC ke depan bisa semakin baik,
berkesan dan penuh kejutan. Aamiin :)
Saya pribadi mengucapkan terima kasih. Tak rugi menghabiskan
waktu dengan kalian semua! Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang
sudah kita lewati bersama. Aamiin ya Robb…
Ah, betapa bangga menjadi bagian dari team QC Cibitung Juara di Pangandaran yang juga juara indahnya. Dan senang jika saya harus berteriak lantang: "We are QC Cibitung Juara!"
*
* *
Sampai Jumpa di
perjalanan yang lain! \^^/
Terima kasih ya sudah mau
membaca...