Enam Oktober…
Semoga senantiasa diberikan kesehatan, berkah dan nikmat
tiada tara dari Sang Pencipta. Aamiin :)
Masih bertemakan cerita perjalanan. Setelah di dua tulisan sebelumnya saya menulis tentang romantisnya kota Melaka dan serunya sailing trip di Nusa Tenggara yang banyak memberikan inspirasi, kali ini saya memilih untuk bercerita pengalaman saya di salah satu kota besar di Pulau Jawa. Sebuah kota yang dikenal dengan kuliner khasnya seperti lunpia, wingko babat dan juga bandeng prestonya. Menurut saya, ibu kota propinsi Jawa Tengah ini merupakan
salah satu kota yang menawarkan banyak sekali landmark unik. Penasaran landmark apa saja yang ada di Semarang? Saya akan sedikit bercerita. Satu... Dua... Tiga...
* * *
Pertama kali saya menginjakkan kaki di kota Semarang adalah ketika liburan kuliah semester I di tahun 2006. Saat itu saya diajak oleh seorang teman yang berkampung halaman di Semarang. Prasetyawan namanya. Kami menggunakan motor dari Jogjakarta setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam melewati kota-kota seperti Magelang, Secang, Ambarawa dan Ungaran. Sungguh sebuah kenangan yang masih bisa saya ingat karena suasananya syahdu diguyur hujan. #halah.
Karena hanya sekedar ingin tahu saja, pada kesempatan tersebut
saya tidak kemana-mana. Hanya di rumah teman seharian, dan sempat menjelang
senja saya diajak ke Pelabuhan Tanjung Emas. Mungkin karena faktor senja dan
matahari yang indahlah yang membuat pelabuhan tersebut bagi saya begitu
mengesankan (saat itu). Malamnya saya membeli oleh-oleh wingko babat di sekitar
Pandanaran, dan esok paginya selepas subuh pulang ke Bandung menggunakan bus. Sebuah cerita singkat sebagai awal perkenalan dengan kota ini.
Ternyata Semarang memanggil saya kembali 2 tahun setelah itu.
Tepatnya ketika liburan semester VI yang bertepatan dengan saya melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN). Semarang mengundang saya untuk mau
bercengkrama lebih lama lagi ketika saya berkesempatan menjadi salah satu
delegasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam acara Pekan Ilmiah Mahasiswa
Nasional atau yang lebih akrab disebut PIMNAS ke XXI di Universitas Islam
Sultan Agung (Unissula), Semarang.
Tentu saja agenda utama dari kegiatan tersebut adalah berupa
perlombaan. Walau saya bukan terpilih sebagai presenter, hanya penyaji poster tapi
rasanya itu lebih dari cukup. Banyak sekali inspirasi dan ide-ide program
kreativitas mahasiswa yang akhirnya saya dapatkan dari acara tersebut.
Satu hari waktu bebas yang diberikan tidaklah disia-siakan
oleh para delegasi. Kami menyambut gembira dengan berkunjung ke Kota Tua dimana
terdapat sebuah landmark kebanggan Semarang bernama Gereja Blenduk. Kemudian
dilanjut dengan wisata sejarah yang cukup angker di Lawang Sewu yang juga
landmark dengan arsitektur ciamik di pusat kota Semarang. Mengapa saya katakan angker?
Karena aura gedung tersebut memang terkesan agak kelam. Belum lagi saya memberanikan
diri bersama segelintir teman yang lain, dengan sukarela mendaftarkan diri dan
membayar sejumlah uang untuk turun ke ruangan bawah tanah dengan bersenjatakan
senter dan sepatu boot. Hhhmmm, mau ngapain ya?
Kami bersepuluh dipandu oleh seorang tour guide yang menceritakan sudut-sudut angker ruangan tersebut. Dalam
kondisi becek dan pekat, kami masih sempat melihat apa yang kemudian disebut
penjara duduk dan penjara berdiri yang luasnya kurang dari 1 meter persegi,
tetapi untuk ditinggali 4-6 orang. Bisa dibayangkan bukan? Sesak dan tak bisa
leluasa hanya menunggu tiket kematian datang. Sungguh membuat saya merasa bahwa
banyak manusia yang tidak dimanusiakan. Ini sebab saya mengatakan bahwa Lawang Sewu memang berasosiasi pada sebuah kata "angker".
Selesai dari Lawang Sewu, rombongan
kemudian menunaikan sholat jum’at di Masjid Agung Jawa Tengah. Biarlah suasana
angker berganti dengan kedamaian. Landmark satu ini sungguh bernilai estetika tinggi yang memadukan gaya arsitektur jawa, islam dan romawi. Yang unik
dari masjid ini adalah adanya 6 buah payung elektrik yang mirip dengan Masjid
Nabawi. Selain itu, dari gardu pandang di sebuah menara lantai 19, kami bisa
melihat keindahan kota Semarang dari ketinggian. Sungguh pengalaman berharga.
Wajib banget untuk datang ke tempat ini kalau berkunjung ke Semarang ya,
kawan-kawan :)
Singkat cerita, acara PIMNAS berakhir
sudah. UGM dinobatkan sebagai Juara II di bawah Universitas Brawijaya Malang
yang berhasil memeperoleh medali emas terbanyak. Walaupun UGM saat itu tidak
berhasil menyabet gelar juara untuk ketiga kalinya, tapi bagi saya pribadi
Semarang telah memberikan banyak ide menarik melalui PIMNAS-nya. Terima kasih :)
Semua memori berkesan tersebut ditorehkan dalam jejak-jejak saya sebagai mahasiswa. Sebagian
masih teringat karena terdokumentasikan dalam foto. Sebagian lagi teringat di memori otak. Sebetulnya saya sudah cukup puas menjamah Semarang karena landmark tersohornya sudah saya kunjungi. Namun, takdir justru mempertemukan saya kembali dengan Semarang. Dan saat tersebut, saya sudah bukan lagi seorang mahasiswa.
Tepatnya Mei 2014, artinya 6 tahun setelah kunjungan kedua, saya kembali
menyambangi Semarang. Kali ini adalah acara gathering
bersama teman kantor. Berangkat pagi dari stasiun Pasar Senen dengan Kereta Api
Tawang Jaya kelas ekonomi, saya dibuat kagum sekagum-kagumnya. Walau kelas
ekonomi, tetapi kereta ini berangkat dan tiba di tujuan pada waktu yang sangat
luar biasa tepat. Tidak kekurangan atau kelebihan 1 menit pun. Proficiat untuk
PT. Kereta Api Indonesia yang sudah melakukan banyak sekali perbaikan.
Tiba di stasiun Semarang Poncol, kami sudah ditunggu oleh
angkutan kota (angkot) yang sudah saya hubungi sebelumnya untuk disewa hingga nanti
malam. Angkot inilah yang akan menghantarkan kami berkeliling Semarang untuk
mengagumi beberapa landmark unggulan dan juga kulinernya.
Berhubung waktu sudah siang dan bertepatan dengan jam makan
siang, kami diantar menuju kuliner khas, yaitu Tahu Gimbal Pak John yang cukup
terkenal dan berlokasi di daerah Sendowo. Rasanya enak, cara buatnya pun menarik, dan yang pasti harganya
sangat terjangkau. Kalau tidak salah Rp11.000 saja per porsi.
Dari situ, kami kemudian malanjutkan perjalanan ke Masjid
Agung Jawa Tengah untuk sholat dzuhur dan ashar. Nampaknya landmark yang satu
ini tidak perlu dibahas lagi karena sudah diceritakan pada kunjungan saya
sebelumnya. Hehehe.
Kemudian kami bersepakat untuk mengunjungi sebuah
kelenteng peninggalan Laksamana Cheng Ho. Namanya Sam Poo Kong yang beralamat di
Jl. Simongan Raya No.129. Hari sudah agak sore tetapi cuaca Semarang
belum mau berdamai. Panas! Kami semua melihat-lihat dan berfoto di area
kelenteng ini. Menarik sekali dan mendapatkan pelajaran sejarah tentang bagaimana
pelayaran negeri tirai bambu masa lalu yang sampai di nusantara.
Dari Sam Poo Kong, angkot dengan gagahnya melesat
menuju Lawang Sewu. Sempat terkaget karena landmark andalan Semarang yang juga
merupakan bekas kantor kereta api zaman dulu ini sudah mempercantik dirinya.
Dinding bangunan sudah dicat dengan aksen warna yang lebih segar. Kesan kusam
kini tak lagi kentara. Berada di Lawang Sewu saat itu seperti tengah berada di
Belanda (padahal belum pernah ke Belanda. Hehehe). 6 tahun tidak bertemu ternyata telah mengubah Lawang Sewu menjadi lebih amboi.
Langit sudah berganti senja. Secara jujur
saya mengatakan bahwa senja di tempat ini sungguh merupakan sebuah suasana yang
romantis. Kesan angker yang identik dengan Lawang Sewu justru lebih saya rasakan ketika di
kunjungan sebelumnya yang padahal hari masih siang. Mungkin karena sekarang Lawang Sewu
lebih ramai, bahkan hingga sore pun masih banyak pengunjung yang datang. Kami
mengunjungi beberapa ruang tempat koleksi gambar-gambar perkeretaapian zaman
dulu. Di satu sudut, kami melihat seniman yang melukis dengan hebat mambuat
Lawang Sewu menjadi lebih menarik.
Hingga akhirnya maghrib pun tiba. Kami sholat
di sebuah masjid dekat Lawang Sewu dan setelahnya lanjut ke Kawasan Simpang Lima
untuk mancari makan dan menghabiskan malam di sana dengan menyewa sepeda untuk berkeliling mengitari Simpang Lima.
Keceriaan malam dan juga tawa masih terlihat di muka teman-teman. Malam di
kawasan tersebut semakin meriah karena dipenuhi dengan lampu-lampu kota dan
juga fluorescence yang berkelap-kelip.
Kami menghabiskan waktu dan berpisah
dengan pengemudi angkot yang telah berjasa membantu kami menitipkan jejak
petualangan selama 8 jam di Semarang. Sekitar pukul 21:30 WIB, dua orang
anggota team sebuah Event Organizer (EO) menjemput kami. Semarang harus kami
tinggalkan sementara. Dataran Tinggi Dieng telah menunggu sebagai tempat gathering kami yang utama. Tapi tenang… Dua hari lagi, kami kembali ke Semarang
untuk transit sejenak ke Stasiun Semarang Tawang.
Dan benar, dua hari kemudian setelah kepulangan kami dari Dieng, kami bertemu kembali dengan Semarang. Waktu teramat pagi ketika kami sampai di Stasiun Semarang Tawang, yaitu sekitar pukul 03:00 WIB. Sembari menunggu kereta pagi pukul 06:00, saya berjalan sendirian menuju kawasan Kota Tua. Agak horor karena jalanan begitu sepi, tapi saya pikir ini adalah pengalaman antimainstream yang butuh keberanian. Akhirnya saya terus melangkahkan kaki dengan hanya mengikuti firasat. Sampai di Gereja Blenduk, saya berkreasi sendiri jeprat-jepret di kawasan ini hingga akhirnya adzan subuh mengantarkan saya kembali ke stasiun untuk kemudian menunggu kereta yang akan membawa kami kembali ke Jakarta. Argo Sindoro!
Dan benar, dua hari kemudian setelah kepulangan kami dari Dieng, kami bertemu kembali dengan Semarang. Waktu teramat pagi ketika kami sampai di Stasiun Semarang Tawang, yaitu sekitar pukul 03:00 WIB. Sembari menunggu kereta pagi pukul 06:00, saya berjalan sendirian menuju kawasan Kota Tua. Agak horor karena jalanan begitu sepi, tapi saya pikir ini adalah pengalaman antimainstream yang butuh keberanian. Akhirnya saya terus melangkahkan kaki dengan hanya mengikuti firasat. Sampai di Gereja Blenduk, saya berkreasi sendiri jeprat-jepret di kawasan ini hingga akhirnya adzan subuh mengantarkan saya kembali ke stasiun untuk kemudian menunggu kereta yang akan membawa kami kembali ke Jakarta. Argo Sindoro!
Terima kasih, Semarang! Mungkin akan ada pertemuan
keempat denganmu. Nanti! Dan jika itu terjadi, masihkan landmark-landmark andalanmu ramah menyapa? Hopefully!
* * *
Sampai Jumpa di perjalanan yang lain! \^^/
Terima kasih ya sudah mau membaca...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar