Late posting. Tulisan semalam, tapi telat karena tidak ada koneksi internet. Hehehe. Semoga masih tetap fresh untuk dibaca :)
Selamat malam semua,
Tanggal tiga
bulan tiga. Tanggal yang indah bukan?
Ya, seindah
kota bogor malam ini yang memberikan kesyahduan pada saya untuk berbagi
inspirasi kepada kawan-kawan semua.
Beberapa hari
ini udara bogor begitu dingin. Maklum musim penghujan masih enggan untuk pergi
menjauh dari kota yang memang terkenal kota hujan ini. Dan imbas dari cuaca
dingin ini, kesehatan saya sedikit terganggu. Sistem pertahanan tubuh terdesak
oleh gerombolan virus dan bakteri yang memilih untuk bermukim di sekitaran
hidung, mulut dan tenggorokan. Yes alhamdulillah saya terserang flu dan batuk.
Untungnya, yang terasa sekarang hanya tinggal sedikit batuk yang menggelitik,
seperti tengah ingin bercanda di dekat saluran dimana gerak peristaltik
terjadi. Haish, ini dari sekian kata-kata yang saya tulis intinya saya masih
dilanda batuk. Sudah itu saja. Hahaha.
Saya bukanlah
tipikal manusia yang bisa akrab dengan obat-obatan. Bagi saya benda-benda
tersebut hanya akan membuat kerja organ hati saya bertambah berat. Ya,
begitulah pikiran orang awam macam saya, jangan ditiru 100% ok? Resep dari
dokter sudah ditangan tapi nyatanya saya tak kunjung menebusnya ke apotek. Obat
batuk cair ada di kamar, tapi nyatanya hanya sesekali saja saya tenggak.
Selebihnya saya percayakan pada khasiat madu dan berdo’a.
Saya faham
bahwa semua penyakit ada obatnya. Saya yang tidak tahu banyak dunia medis dan
obat-obatan ini selalu percaya bahwa senyawa dan bahan aktif yang ada pada
tanaman sejatinya adalah obat yang dijanjikan oleh Allah tersebut. Bukan
senyawa hasil reaksi kimia yang begitu canggih. Bukan racikan dari zat-zat
dengan nama asing yang diformulasikan di sebuah laboratorium yang keren. Saya
hanya meyakini bahwa yang alami selalu menjadi yang terbaik. Entah ini benar
atau tidak, silakan untuk mencari review dari artikel-artikel yang terkemuka
ya…
Dan ketika
batuk ini masih menyerang dalam tenggorokan saya, pikiran saya jatuh pada
sebuah tanaman yang begitu populer sebagai penghangat tubuh dan tenggorokan.
Apalagi kalau bukan si Zingiber
officinale. Begitulah nama dia disematkan dalam kamus binomial nomenclature karyanya Carolus Linnaeus. Ada yang tahu nama apakah
itu gerangan? Itu adalah jahe, kawan.
Berhubung saya
adalah anak kost, dan mencari sesuatu yang praktis, maka pilihan untuk
menikmati jahe saya jatuhkan kepada
abang penjual wedang ronde yang ada di jalan pajajaran, bogor. Kalau kita
berkendara dari arah botani square, terletak di sebelah kiri jalan, sekitar 100
meter setelah jembatan bale binarum. Semoga ketemu dan ada di google maps ya,
kawan!
Tempat ini
sebetulnya menjadi tempat favorit saya dalam menghabiskan malam. Tak sering
memang saya ke sini. Tapi tak bisa juga dikatakan jarang. Saya kerapkali
menikmati wedang ronde di tempat ini sendirian atau sesekali bersama
teman-teman. Bedanya adalah jika bersama teman-teman, fokus saya untuk
menghayati nikmatnya wedang ronde seringkali bukan menjadi hal prioritas. Saya
lebih memilih untuk bercakap-cakap dengan teman-teman.
Lain halnya
ketika saya menikmati hangatnya wedang ronde sendirian. Karena tak ada objek
dan bahan percakapan, saya kerap memainkan mata menyaksikan sekitar.
Memperhatikan jalan, kendaraan yang lalu lalang melintas di salah satu jalan
terbesar kota bogor, menyaksikan tingkah manusia lainnya yang juga tengah asyik
menikmati wedang ronde bersama teman-temannya, dan bahkan sampai pada satu
titik saya iseng mengamati si wedang ronde itu sendiri. Kalo perlu, saya ajak
ngobrol deh tuh si ronde. Hahaha.
Sebelum saya
berbicara lebih jauh, saya perlihatkan dulu foto penampakan dari si wedang
ronde itu seperti apa. Beginilah penampakan kawan hangat saya yang satu ini:
wedang ronde jalan pajajaran bogor :) |
Itu adalah
penampakan wedang ronde yang memang belum saya makan satupun. Dalam semangkuk kecil
tersebut isinya terdiri dari 4 ronde berukuran kira-kira sebesar jempol kaki,
dan skitar 15 ronde kecil seukuran kelereng yang kemudian semuanya berenang
dalam air jahe panas yang diberikan larutan gula sebagai pemanis. Oiya untuk
ronde besar itu ada isinya berupa gilingan kacang tanah yang manis gurih,
sedangkan untuk yang kecil tidak ada isinya.
Berbeda dengan
wedang ronde dari jogja yang kaya akan bahan-bahan lain seperti roti, kacang
tanah sangrai, kolang-kaling, dan tentunya si bulat rondenya itu sendiri, wedang
ronde di tempat ini hanya fokus pada bulat rondenya saja yang terdiri dari 3
warna, yaitu hijau, merah muda dan putih. Sedangkan air jahenya sih kurang
lebih sama.
Bagi saya,
wedang ronde bogor ini adalah salah satu makanan favorit saya. Harganya yang
hanya tujuh ribu rupiah saja per porsinya, cukup terjangkau dengan penghasilan
yang saya miliki sekarang. Sesekali saya membungkus wedang ronde ini untuk
dibawa pulang dan diserahkan kepada ibu kost. Kontan saja ibu kost sependapat
dengan saya. Beliau langsung menyukainya. Tapi bukan itu yang mau saya
ceritakan.
Ok lanjut ya
dengan cerita jika saya memakannya sendirian tidak bersama teman-teman. Di
tengah kesendirian saya menikmatinya, selintas saya mencoba memahami makna si
wedang ronde tersebut. Dia tak pernah mau bercerita sisi uniknya pada saya. Padahal
saya sudah berteman lama dengannya. Barangkali dia memang ingin memancing otak
saya untuk mau mengenalnya lebih dalam. Ya apa mau dikata, akhirnya saya
tuliskan juga penilaian saya terhadapnya.
Wahai
wedang ronde,
Engkau begitu hangat, seolah mengajarkan saya
untuk selalu bersikap hangat dan humble pada orang lain yang saya sayangi.
Engkau berwarna-warni, seolah memberitakan
kepada saya untuk mau membuka diri bahwa hidup ini penuh perbedaan, dan begitu
indah dipadukan dalam satu media.
Engkau berisi gilingan kacang yang manis dan gurih,
seolah ingin menunjukkan kepada saya bahwa dalam hidup terkadang banyak sekali
kejutan. Seperti ketika kau kugigit, kasarnya kacangmu adalah pengalaman kurang
enak, tetapi rasa manis gurihmu adalah pengalaman yang menyenangkan. Seperti
itulah kau mengajarkan hidup.
Engkau berisikan ronde dengan ukuran besar yang
lebih sedikit dibandingkan dengan yang kecil, seolah ingin mengajarkan bahwa
faktanya sesuatu yang besar (pemimpin) memang sedikit jumlahnya, tetapi di
balik pemimpin itu didukung oleh banyak sekali follower-follower yang siap
untuk mendukung pemimpinnya.
Itu saja makna
yang bisa saya ambil darimu. Jika suatu saat kamu mau menceritakan lebih banyak tentangmu, saya siap mendengarkan. Namun, kali ini biarkan kebersamaan kita sampai
pada tahap itu saja ya?! Saya tak pernah tahu apakah orang-orang yang bersamamu
pun sempat menilai hal yang sama dengan apa yang saya nilai. Kalaupun orang
lain tak peduli dengan semua itu, barangkali karena kebersamaan kita yang sudah
cukup seringlah yang akhirnya membuat saya bisa menulis tentang kamu. Ya inilah
tulisan itu. Sebuah tulisan tentang cerita saya dan wedang ronde.
Assalamualaikum wr wb ya akhi.
BalasHapusSyahdu sekali pemaparan mengenai wedang rondenya kang :P
Wa'alaykumussalam ya akhi :)
BalasHapusdika, terima kasih banyak yaaa.
aduh saya ga enak nih ada bahasan saya tentang obat-obatan yang saya persepsikan sendiri, tapi semoga tidak menyinggung ya, dika :)
eiya tolong di-blogroll ya, blog saya ini. saya juga follow blog kamu...