Ini adalah tulisan perdana saya di bulan September. Banyak orang
bilang bahwa September identik dengan keceriaan hingga ada lagu berjudul
"September Ceria". Semoga memang benar demikian ya :)
Tulisan saya terakhir di bulan Agustus membahas tentang Ayah, dan kini di tulisan perdana saya ini, saya pun sudah resmi menjadi seorang pria dengan gelar baru dan tanggung jawab baru, yaitu Ayah. Alhamdulillah.
Tulisan saya terakhir di bulan Agustus membahas tentang Ayah, dan kini di tulisan perdana saya ini, saya pun sudah resmi menjadi seorang pria dengan gelar baru dan tanggung jawab baru, yaitu Ayah. Alhamdulillah.
Menjadi seorang ayah adalah salah satu nikmat yang tidak
semua orang merasakannya. Di balik nikmat tersebut terselip sebuah ujian
tentang bagaimana kedudukan ALLAH untuk tetap lebih dicintai daripada anak.
Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Nabi Ibrahim senantiasa
menjadikan ALLAH sebagai sumber ketaatan utama dan mencintai anaknya tidak
lebih dari cintanya kepada Rabb, Malik dan Illah-nya ini.
Tentu sudah banyak yang mengetahui kisah heroik dan super tentang keteladanan mereka berdua,
terlebih sebentar lagi menjelang Iedul Adha, pasti kisah kedua nabi
pilihan ini banyak diperbincangkan untuk dijadikan teladan tentang arti sebuah pengorbanan dan tauhid yang sebenarnya. Sebuah kisah
fantastis yang saya yakini tidak hanya terjadi beberapa ribu tahun yang silam. Di masa kini pun, tentu ada kisah serupa hanya dengan bentuk yang berbeda.
Saya beriman pada Al Qur’an dan tentunya mengimani pula bahwa kejadian yang diceritakan Al Qur'an bukan sekedar dongengan belaka, di dalamnya terdapat pesan besar yang ingin disampaikan untuk ditelaah oleh orang-orang yang mau dan senantiasa berfikir. Ada harapan untuk bisa memetik pesan dari sebuah kisah atau sejarah perjalanan para Nabi dan Rasul.
Saya beriman pada Al Qur’an dan tentunya mengimani pula bahwa kejadian yang diceritakan Al Qur'an bukan sekedar dongengan belaka, di dalamnya terdapat pesan besar yang ingin disampaikan untuk ditelaah oleh orang-orang yang mau dan senantiasa berfikir. Ada harapan untuk bisa memetik pesan dari sebuah kisah atau sejarah perjalanan para Nabi dan Rasul.
Al Qur'an adalah kitab penutup yang berlaku hingga akhir
zaman. Itu artinya isi kandungan di dalamnya akan berlaku terus secara universal menembus dimensi ruang dan waktu. Aturan yang ada di dalamnya tetap berlaku dan wajib diberlakukan, bukan hanya untuk orang Arab, orang India atau Afghanistan, tetapi juga untuk orang Spanyol, Prancis maupun Indonesia. Siapapun! Ya, siapapun yang mengaku sebagai muslim. Pun dengan kisah dan sejarah yang ada di dalamnya, tidak hanya berlaku di zaman dahulu saja, tetapi mengandung pesan yang pasti berlaku pula untuk kehidupan masa kini, walau bukan dalam bentuk yang persis sama.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah teladan terbaik tentang arti sebuah pengorbanan. Bagi saya, meneladani keduanya sama saja dengan meneladani kisah perjuangan Rasulullah Muhammad, karena Muhammad pun mengimani Ibrahim sebagai salah satu Rasul yang pernah ALLAH utus sebelum ia. Dan saat ini sebagai makhluk di masa kini, saya mencoba mengambil teladan yang ada pada-Nya sebagaimana tersurat dalam Firman berikut ini:
"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (Q.S. As Saffat 101-103)
Ya ALLAH semoga kehadiran sang jagoan, bisa meneladani kisah seorang lelaki berbakti yang taat dan sabar pada ketentuan ALLAH, Rasul dan Dien-nya. Semoga kehadirannya tidak membuat diri
ini justru menjadi miskin, tapi akan lebih kaya. Kaya pemahaman, kaya ilmu,
kaya sikap dan kaya tindakan. Pun terkait materi, semoga Engkau mencukupkan
sesuai dengan kadar kebutuhan.
Saya faham bahwa tak mudah untuk mendapatkan gelar ini dan
lagi terbayang sudah betapa tanggung jawab yang kelak harus diperhitungkan di
hadapan-Nya. Keceriaan memang terasa, kebahagiaan apalagi. Si jagoan dengan
gonosom XY ini seolah dilahirkan untuk memberi warna pada keseharian saya
kelak. Semoga saya bisa selalu membimbingnya dan memberikan pemahaman yang
benar untuk ia mau mengenal ALLAH dan senantiasa berlatih taat dan sabar kepada-Nya seperti kisah Ibrahim dan Ismail di atas. Aamiin ya Robbal Alaamiin :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar