pagi tadi, saya berangkat kerja ke arah pasar rebo seperti biasa. bedanya, kali ini sedikit lebih siang karena memang ada agenda rapat di kantor jakarta. saya berangkat naik motor dari depok pukul 07:10 WIB. biasanya saya berangkat super pagi pukul 05:15 dan jalanan masih relatif lengang hingga tiba di pasar rebo.
namun, kali tadi tak demikian. dari stasiun lenteng agung, jalan sudah sangat padat. untuk sampai fly over tanjung barat yang jaraknya hanya sekitar 4 km, membutuhkan waktu hingga 1 jam karena macet. bayangkan dengan sepeda motor saja yang bisa leluasa selap-selip perlu waktu selama itu, apalagi mobil yang saya perhatikan relatif lebih lambat.
saya yang jarang sekali dihadapkan pada situasi demikian, mencoba menerka-nerka apa yang ada di isi kepala setiap orang yang mengalami hal serupa dengan saya tadi pagi. adakah di antara mereka yang biasa-biasa saja karena menganggap macet seperti itu adalah hal lumrah? ataukah ada yang tetap riang karena alasan yang entah kenapa? atau adakah yang hatinya begitu geram terbakar emosi karena merasa menderita?
jika diambil datanya dengan wawancara satu per satu dan data yang didapat tersebut diolah secara statistik, saya cukup yakin opsi ketiga akan mendapatkan persentase terbesar. polusi udara dari asap knalpot yang tidak bersahabat di hidung, panas terik mentari yang cukup menyengat walau hari masih pagi, dan ketergesaan orang-orang berkendara yang membuat agak risih, semuanya berpadu memainkan emosi dalam jiwa. sejujurnya, saya sempat terpancing untuk menjatuhkan diri bersikap seperti pada pilihan ketiga. saya sempat ingin memaki dan menyumpah kondisi tadi dengan emosi yang tak terkendali. tanda kemacetan lalu lintas membuat otak saya juga macet berpikir jernih.
namun, bersyukur sekali suara jiwa membuat saya tersadar. ada sebuah bisikan yang mengingatkan saya dan berkata lembut: "panasnya mentari pagi ini, tidak seberapa dibandingkan dengan panas api neraka kelak. riuhnya lalu-lalang dan desakan orang pagi ini, tidak sebanding dengan pontang-panting manusia durhaka di neraka kelak". seketika saya langsung tersadar. ada rasa takut yang kemudian bergejolak dan membuat saya spontan menarik bibir ke kedua arah kanan dan kiri. saya buat perjalanan tadi tetap menyenangkan dan gembira hingga akhirnya alhamdulillah saya sampai juga di lokasi pukul 08:30 WIB.
sungguh bersyukur bisa lepas dari kondisi tak mengenakkan tadi pagi. rasa-rasanya dunia perkotaan yang menjadi simbol peradaban manusia, terkadang seperti boomerang yang menawarkan kemudahan tetapi berbalut "racun mematikan". terlalu lebay mungkin. tapi itulah yang terjadi bukan?
ah, sudahlah... yang penting saya sudah melewati kejadian tadi pagi dengan emosi yang masih cukup terkendali. berharap tak menemukan kondisi serupa yang bisa memancing kemarahan.
dan ajaibnya, begitu mudah bagi ALLAH untuk mengganti emosi negatif yang sempat saya pendam tadi pagi. pulang dari pasar rebo pukul 18:10 WIB, saya melewati jalan yang sama dengan ketika berangkat, tetapi beda arah tentunya. jalan yang biasanya macet dari setelah stasiun tanjung barat hingga stasiun lenteng agung, tapi tadi sore begitu lancar. sangat lancar bahkan! tak pernah seperti itu sebelumnya. dan tentunya tidak ada emosi negatif yang bercokol di ubun-ubun, melainkan sebaliknya. senang!
ah, saya tersadar bahwa kejadian apapun yang ada dan menimpa diri kita, ALLAH selalu memberikan kebebasan pada kita untuk menanggapi seperti apa. setiap rangsangan yang dihadirkan, bisa direspon dengan sekehendak hati. kita diberikan pilihan untuk marah atau senang, kita dibebaskan memilih untuk geram atau tetap semangat. semuanya perkara pilihan jiwa.
dan jiwa yang senantiasa dekat pada pemiliknya akan senantiasa mendengarkan perintah dari Rabb-nya yang menyeru pada kebaikan.
namun, kali tadi tak demikian. dari stasiun lenteng agung, jalan sudah sangat padat. untuk sampai fly over tanjung barat yang jaraknya hanya sekitar 4 km, membutuhkan waktu hingga 1 jam karena macet. bayangkan dengan sepeda motor saja yang bisa leluasa selap-selip perlu waktu selama itu, apalagi mobil yang saya perhatikan relatif lebih lambat.
sumber gambar: dreamindonesia.me |
saya yang jarang sekali dihadapkan pada situasi demikian, mencoba menerka-nerka apa yang ada di isi kepala setiap orang yang mengalami hal serupa dengan saya tadi pagi. adakah di antara mereka yang biasa-biasa saja karena menganggap macet seperti itu adalah hal lumrah? ataukah ada yang tetap riang karena alasan yang entah kenapa? atau adakah yang hatinya begitu geram terbakar emosi karena merasa menderita?
jika diambil datanya dengan wawancara satu per satu dan data yang didapat tersebut diolah secara statistik, saya cukup yakin opsi ketiga akan mendapatkan persentase terbesar. polusi udara dari asap knalpot yang tidak bersahabat di hidung, panas terik mentari yang cukup menyengat walau hari masih pagi, dan ketergesaan orang-orang berkendara yang membuat agak risih, semuanya berpadu memainkan emosi dalam jiwa. sejujurnya, saya sempat terpancing untuk menjatuhkan diri bersikap seperti pada pilihan ketiga. saya sempat ingin memaki dan menyumpah kondisi tadi dengan emosi yang tak terkendali. tanda kemacetan lalu lintas membuat otak saya juga macet berpikir jernih.
namun, bersyukur sekali suara jiwa membuat saya tersadar. ada sebuah bisikan yang mengingatkan saya dan berkata lembut: "panasnya mentari pagi ini, tidak seberapa dibandingkan dengan panas api neraka kelak. riuhnya lalu-lalang dan desakan orang pagi ini, tidak sebanding dengan pontang-panting manusia durhaka di neraka kelak". seketika saya langsung tersadar. ada rasa takut yang kemudian bergejolak dan membuat saya spontan menarik bibir ke kedua arah kanan dan kiri. saya buat perjalanan tadi tetap menyenangkan dan gembira hingga akhirnya alhamdulillah saya sampai juga di lokasi pukul 08:30 WIB.
sungguh bersyukur bisa lepas dari kondisi tak mengenakkan tadi pagi. rasa-rasanya dunia perkotaan yang menjadi simbol peradaban manusia, terkadang seperti boomerang yang menawarkan kemudahan tetapi berbalut "racun mematikan". terlalu lebay mungkin. tapi itulah yang terjadi bukan?
ah, sudahlah... yang penting saya sudah melewati kejadian tadi pagi dengan emosi yang masih cukup terkendali. berharap tak menemukan kondisi serupa yang bisa memancing kemarahan.
dan ajaibnya, begitu mudah bagi ALLAH untuk mengganti emosi negatif yang sempat saya pendam tadi pagi. pulang dari pasar rebo pukul 18:10 WIB, saya melewati jalan yang sama dengan ketika berangkat, tetapi beda arah tentunya. jalan yang biasanya macet dari setelah stasiun tanjung barat hingga stasiun lenteng agung, tapi tadi sore begitu lancar. sangat lancar bahkan! tak pernah seperti itu sebelumnya. dan tentunya tidak ada emosi negatif yang bercokol di ubun-ubun, melainkan sebaliknya. senang!
ah, saya tersadar bahwa kejadian apapun yang ada dan menimpa diri kita, ALLAH selalu memberikan kebebasan pada kita untuk menanggapi seperti apa. setiap rangsangan yang dihadirkan, bisa direspon dengan sekehendak hati. kita diberikan pilihan untuk marah atau senang, kita dibebaskan memilih untuk geram atau tetap semangat. semuanya perkara pilihan jiwa.
dan jiwa yang senantiasa dekat pada pemiliknya akan senantiasa mendengarkan perintah dari Rabb-nya yang menyeru pada kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar