Sebagai manusia yang
dilahirkan dengan anugerah berupa akal dan perasaan, membuat semua orang
memiliki banyak hal yang dipikirkan dan direncanakan untuk dilakukannya dalam
hidup. Ada yang ingin masuk universitas negeri, ada yang ingin tembus beasiswa
luar negeri, ada yang memimpikan menaiki menara eiffel dan menyaksikan
keindahan kota paris di atasnya, ada yang ingin naik haji, dan lain sebagainya.
Itu semua adalah wajar dan merupakan buah dari potensi akal yang diberikan oleh
ALLAH.
Karena potensi ini pulalah maka manusia akan dengan sendirinya dihantarkan ke dalam sebuah perencanaan. Niat yang diinginkannya itu dijabarkan ke dalam tahapan-tahapan tindakan. Ada rencana jangka pendek, rencana jangka menengah dan juga rencana jangka panjang. Yang pasti kesemuanya mengerucut pada sebuah tujuan yang ingin diraihnya.
Karena potensi ini pulalah maka manusia akan dengan sendirinya dihantarkan ke dalam sebuah perencanaan. Niat yang diinginkannya itu dijabarkan ke dalam tahapan-tahapan tindakan. Ada rencana jangka pendek, rencana jangka menengah dan juga rencana jangka panjang. Yang pasti kesemuanya mengerucut pada sebuah tujuan yang ingin diraihnya.
Tekad, disiplin,
semangat, keteguhan dan pantang menyerah adalah modal yang musti disiapkan
ketika memiliki impian yang ingin dicapai. Tanpa itu semua, tak jarang
perencanaan akan berhenti pada sebuah persimpangan antara lanjut atau berhenti.
Saya cukup sering dihadapkan pada hal seperti ini.
Salah satu ciri sebuah
perjalanan dalam rangka untuk mencapai suatu hal, adalah akan ditemui
rintangan. Mustahil kiranya jika perjalanan itu teramat lancar. Ada yang bilang
bahwa jika mimpi yang kita buat tidak sampai membuat kita ketakutan,
jangan-jangan mimpi itu tidak cukup besar dan tidak menantang. Artinya, tentu
akan ada rintangan untuk setiap mimpi besar yang ingin diwujudkan.
Rintangan yang muncul
bisa dari faktor eksternal maupun internal. Kekuatan yang dimiliki oleh sebuah
rintangan tak jarang membuat manusia kalah dan berhenti mewujudkan rencananya.
Tidak dengan tiba-tiba, tapi berjalan secara bertahap. Jika bisa ditakulkan,
maka aman. Tapi jika tidak bisa ditaklukan, maka bahaya mengintai. Bisa jadi
tahapan dari rencana kita akan ditinggalkan atau minimal dilanggar. Sekali langgar
akan diizinkan oleh akal, kedua kalinya muncul alasan, ketiga kalinya mencari
pembenaran, keempat kalinya jadi kebiasaan. Terus dan terus… Semua menjadi
sebuah pemakluman. Melanggar menjadi sesuatu yang dimaklumi dan selalu saja ada
alasan untuk itu.
Bilamana kondisinya
sudah seperti itu, maka jangan heran ketika melihat hasilnya nanti tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan di awal. Bagaimana mau tercapai jika mental untuk
berbelot dari rencana awal sudah sering dilakukan, malah semakin menjauhi
rencana.
Pemakluman terhadap
sebuah pelanggaran rencana awal, mengindikasikan bahwa niat yang dilakukan
belum sepenuhya teruji. Niat tersebut masih menyisakan celah-celah yang masih
bisa dimasuki dengan rasa lemah yang ada pada diri. Belum kokoh dan bulat. Karenanya,
ketika sudah muncul pemakluman, segeralah untuk balik dan evaluasi. Jangan sampai
pemakluman benar-benar menjadi penyebab retak dan pecahnya sebuah tujuan yang
ingin dicapai. Identifikasi dan investigasi penyebab pemakluman itu muncul. Jika
kendala berupa teknis semisal waktu, kemampuan, jarak, uang, fasilitas, dan
lain sebagainya, maka itu masih bisa diupayakan perbaikannya. Namun, yang celaka adalah ketika pemakluman muncul sebagai cara dari jiwa malas kita
menunjukkan dirinya.
Contoh saya. Tujuan
untuk bisa menulis rutin adalah niat yang sejak awal ditanamkan di tahun 2015. Namun,
faktanya di bulan januari saja hanya terbit 1 tulisan. Di mana rutinnya? Selidik
punya selidik, ternyata jiwa malas saya yang tengah mengambil komando pada
diri. Awalnya adalah sebuah pemakluman akan: pulang kerja sudah capek, waktunya
sempit, tidak ada ide, dan lain sebagainya. Tapi ternyata setelah saya
pelajari, semuanya berpangkal pada sebuah kemalasan. Dan ini artinya niat saya
masih belum utuh. Maka saya identifikasi dan cari tahu penyebabnya. Akhirnya lumayan
di februari ini sudah ada perbaikan. Ini adalah tulisan kedua yang saya
terbitkan di bulan februari. Alhamdulillah lebib baik dari bulan sebelumnya.
Nah, horor bukan
ketika penyakit “maklum” ini bercokol dan menggerogoti rencana indah kita? Karenanya,
siapkan perlawanan yang jitu ketika sedang membuat rencana, supaya ketika ia
datang, kita sudah punya solusinya. Terakhir sebagai penutup dari tulisan ini,
saya berharap semoga semua tujuan mulia kawan-kawan bisa tercapai dengan baik
dan lancar, tanpa adanya sebuah pemakluman ketika mulai adanya pelanggaran.
Aamiin. Selamat menyusun tujuan dan rencana mulia, dan selamat mempersiapkan
pula tindakan apa yang harus dicapai ketika tamu bernama “pemakluman akan
sebuah pelanggaran” bertandang pada rencana kita. Semangat!
Bandung, 8 Februari
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar