Manusia memiliki
berbagai macam sifat. Semua tentu setuju. Sifat-sifat tersebut terbentuk karena
banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Ada yang karena
memang sudah bawaan dan ada juga yang karena pengaruh lingkungan, pengalaman
hidup (baik maupun buruk), dan lain sebagainya.
Saya akan cerita
sedikit mengenai salah satu sifat yang cukup “kontroversial” untuk saya
pribadi. Mengapa disebut kontroversial? Karena saya sendiri tidak tahu ini
apakah sifat yang baik atau sebaliknya.
Ketika saya duduk di
bangku mahasiswa, saya terpilih menjadi 5 besar calon ketua himpunan mahasiswa.
Serangkaian test diadakan untuk memilih siapa yang dipercaya untuk membawa
himpunan mahasiswa ini selama setahun ke depan. Singkat cerita, sampai pada salah
satu test terakhir yaitu diskusi panel dan masing-masing dari kami ditanya
mengenai sebutkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki?
Dan saya menjawab: ”Saya
adalah seorang perfeksionis. Saya tidak tahu ini adalah sebuah kelebihan atau
justru kekurangan. Dan seterusnya…”
sumber gambar: www.renunganyouth.com |
Itulah yang saya
maksud dengan kontroversial. Bahkan saya sendiri tidak tahu apakah sifat
perfeksionis yang saya miliki ini adalah sebuah kelebihan atau kekurangan.
Bahkan sampai saat ini, pun saya masih belum tahu jawabannya.
Namun yang pasti, saya
merasakan sekali sifat ini begitu kental dalam darah. Melihat sesuatu tidak
rapi di meja kerja, saya bereskan. Ada slide presentasi yang kurang enak
dipandang mata, gemes untuk diubah dan dibuat sepresisi mungkin. Jika ada email
yang mana orang lain tidak follow up dengan segera, saya yang akan stress ikut
memikirkan. Jika harus mengerjakan tugas dan sekelompok dengan yang cuek,
keselnya bukan main. Hahaha rada aneh memang.
Dengan memahami sifat
ini, sebetulnya ada imbas yang sangat dirasa, yaitu mudah gemes dan depresi
jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan standard yang dimiliki. Inilah yang
sangat perlu dikontrol. Bagaimana cara mengontrolnya? Apakah dengan menurunkan
standard yang dimiliki atau tetap kekeuh pada standard tapi lebih berusaha
untuk bersikap tenang dan tidak mudah depresi? Saya pribadi memilih yang kedua,
walau secara jujur masih belum bisa. Selalu ada rasa geregetan acapkali ada
sesuatu yang tidak sesuai.
Tapi akhirnya
pembelajaran dan pengalaman yang membukakan pengetahuan saya. Saya menyadari
bahwa setiap orang memang diciptakan berbeda lengkap dengan sifat (senjata)
yang berbeda pula. Tidak semua bisa dipaksakan harus sesuai dengan standard
kita karena kelebihan dan kekurangan orang berbeda-beda. Karenanya sifat
bijaklah yang perlu diambil. Saya menjadikan sifat perfeksionis yang saya
miliki sebagai ciri yang baik. Senang berkompetisi untuk kebaikan. Senang
memiliki standard yang tinggi supaya hasilnya keren dan cemerlang. Senang kerapian
karena rapi identik dengan keindahan dan itu adalah bagian dari iman.
Ya, pada akhirnya
setiap sifat yang dimiliki tentu bisa dimaknai positif maupun negatif
tergantung diri kitalah yang menguasainya dan menginginkan dibawa ke mana. Jika
mau baik, baikkanlah sifat yang dimiliki, dan jika mau buruk, itu juga pilihan.
Semuanya kembali pada diri masing-masing…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar