Senin, 06 April 2015

catatan seorang suami

Hari ini, 6 April tepat satu tahun saya menjabat sebagai seorang suami dari seorang istri.

Jabatan ini, ketika saya mengikrarkannya setahun yang lalu, saya dalam kondisi sadar dan sehat. Hingga detik dimana tulisan ini saya tulis, saya pun masih dalam kondisi sadar dan sehat. Mengapa saya katakan sadar? Karena saya menyadari bahwa ikrar yang pernah saya lakukan dulu sampai akhirnya saya resmi menjabat sebagai seorang suami, adalah sebuah ikrar yang penting dan harus dipertanggung jawabkan. Ibaratnya ketika saya mendapatkan surat pengangkatan sebagai seorang karyawan tetap di tempat saya bekerja, maka di situ akan muncul jabatan saya sebagai seorang Research & Development Executive sekaligus sepaket dengan tanggung jawab yang harus saya emban. Dan tentunya ini akan dipertanggung jawabkan kepada manager saya atau direktur saya. Begitupun jabatan sebagai seorang suami. Tentulah akan diminta pertanggung jawabannya pula kelak kepada ALLAH.

Berat, kawan. Teramat berat tanggung jawab ini. bukan hanya sekedar menafkahi, memberikan perhatian, memberikan waktu, ataupun menemani ke sana kemari. Ada hal yang jauh lebih dari itu. Jabatan suami adalah jabatan sebagai seorang pemimpin. Dan bagaimana perilaku orang-orang yang dipimpinnya ini adalah cerminan dari sang pemimpin. Perilaku istri adalah cerminan dari perilaku suami. 

Karenanya, sebelum kawan-kawan berani menduduki jabatan ini, renungi kembali kepantasan diri. Apakah kriteria seorang pemimpin sudah dikuasai? Apakah ilmu-ilmu yang kelak digunakan untuk memimpin sudah terkumpul? Jika belum, saatnya pantaskan diri. Pantaskan diri kawan-kawan menjadi seorang suami yang kelak perkataannya menghadirkan butir-butir dakwah, sikapnya menjadi benih-benih teladan, dan keseluruhan dirinya menjadi penyelamat istri dan anak-anaknya menuju jalan surga.

Itu semua, tentunya bisa dilakukan jika seorang suami mengetahui benar ilmunya. Ia sibuk mempelajari persyaratan dan kriteria yang harus dimiliki untuk menjabat sebagai seorang suami. Ia sibuk mendefinisikan ukuran keberhasilan menjadi seorang suami. Ia sibuk meng-upgrade kualitas diri supaya bisa menjadi suami yang tidak asal sebagai suami.

Dan hari ini saya kembali tersadar, jabatan suami selama 1 tahun sudah berlalu. Tak tahu bagaimana penilaiannya di sisi ALLAH. Yang pasti, kekurangan di sana-sini pasti masih banyak. Saya hanya bisa beristighfar dan berharap bahwa tanggung jawab yang melekat pada jabatan saya tersebut ada yang sampai ke langit dan mengisi cawan timbangan amal soleh. Aamiin.

Dan saya masih harus terus berpikir bagaimana menyelesaikan jabatan ini sampai akhirnya ALLAH mencabutnya. Dan tentu saja tidak hanya berpikir, tapi juga bergerak dan membuktikan…


Ya ALLAH, bimbinglah hamba untuk bisa terus mengupayakan menjadi suami yang beriman, yang taat kepada-Mu, yang senantiasa mengajak keluarga hamba untuk memurnikan ketaatannya hanya kepada-Mu saja. Ya ALLAH, tenagailah diri ini untuk senantiasa mau belajar dan memperkaya ilmu guna memperbaiki kualitas dari jabatan yang tengah hamba emban ini. Sungguh, teramat takut hamba akan hisab yang akan dijelang nanti, tapi keberanian untuk terus membuktikan yang terbaik, berhasil membuat hamba terhibur bahwa di balik jabatan ini, Engkau menjanjikan surga bila jabatan ini bisa diselesaikan dengan baik. Dengan baik dan benar tepatnya. Insya ALLAH.

tulisan ini ditulis dalam keadaan sadar oleh:
nama : suhadi
jabatan : suami