Jumat, 19 September 2014

ranjau

beberapa hari ini saya tengah menikmati membaca buku selimut debu karya agustinus wibowo. buku ini menceritakan bagaimana afghanistan sebagai negara yang terkenal dengan kepapaan dan perang. saya baru membaca sekitar seperempatnya karena hanya dijadikan sebagai selingan perjalanan saya ketika hendak berangkat ke kantor.

ceritanya menarik walau terkadang saya agak sulit memahaminya. namun, itu semua tidak mengurangi fantasi saya mengenai eksotisme afghanistan. hingga yang paling ekstrim yang bisa saya bayangkan dari buku tersebut adalah mengenai banyaknya ranjau di daerah-daerah tertentu yang merupakan peninggalan zaman perang.

bisa dibayangkan bukan bagaimana hidup dalam ketidakpastian. cengkraman kematian seolah menghantui sesiapa yang berada di tempat-tempat tertentu. mungkin di daerah ibukota kabul, ranjau ini sudah bersih tak bersisa. tapi afghanistan bukan hanya sekadar kabul. masih ada kandahar, jalalabad, ghazni, sar-e pol, dan kota-kota lainnya. jebakan ranjau berisi bom siap meledak jika sejengkal saja salah melangkah. bayangkan!


saya jadi berpikir betapa nikmatnya hidup di negeri yang merdeka. tak ada perang, semua damai, aman sentausa. tidak ada ranjau yang membuat hidup was-was. mau apa saja tersedia di mana-mana dan mudah diakses. aahhh, semua membuat saya bersyukur hidup dan berada di nusantara ini.

namun, seperti biasa. saya tak mau berpuas dengan hanya berpikir sampai di situ. saya berpikir bahwa setiap negeri yang merdeka tentu akan hidup sejahtera, bahagia dan damai. kita bisa lihat bagaimana ketika negara islam yang dipimpin oleh rasulullah muhammad saw. begitu harmonis. hukum islam tegak dan dijadikan sebagai landasan dalam bernegara. pun ini diteruskan oleh para khulafaur rasyidin sepeninggal rasulullah saw. sehingga tampak nyata bahwa di negeri yang merdeka dan menerapkan aturan ALLAH memang akan dinaungi oleh cahaya kebahagiaan. setidaknya itu yang saya baca dari sejarah.

tapi di sini di nusantara tercinta, aturan kapitalis dan liberalis yang lebih dipuja dan meraja. agama dipisahkan dari kehidupan bernegara, tapi lebih dispesialisasikan ke arah ritual semata untuk mencapai kesalehan pribadi. sehingga tidak heran jika kata kedamaian dan kebahagiaan belum juga tiba. ibarat afghanistan tadi, masih banyak ranjau yang sebetulnya ada di negeri ini, hanya saja mungkin sebagian orang tak menyadari.

ranjau afghanistan adalah ranjau yang secara harfiah banyak diketahui orang. berupa lubang di padang pasir (yang sedikit berumput) yang dibenamkan bahan peledak. jika kita terjerembab ke dalamnya akan meledak, dan menyebabkan cacat fisik. tapi ranjau di negeri ini jauh lebih mengerikan. tampilannya bisa saja terlihat cantik dan menggiurkan logika. ranjau-ranjau tersebut tersembunyi dalam kedok yang begitu mempesona, sehingga banyak orang tak menyadari tengah berada dalam cengkeraman ranjau tersebut. ibarat bom waktu yang suatu saat akan meledak dan menghancurkan sisi non-fisik, melainkan lebih dari itu, yaitu hati, iman dan akidah.

ranjau apakah itu?

saya menyebutnya dengan ranjau akidah, yaitu apa saja yang dijejalkan oleh segolongan orang yang ingin menghancurkan mental dan akidah para remaja bangsa ini. bisa berupa tontonan televisi yang tak mendidik, bisa berupa propaganda media yang semakin runcing mengarah pada perpecahan, bisa berupa gaya hidup tanpa batas yang memuja hedonisme dan gemerlap hingar bingar, dan lain sebagainya yang intinya bertujuan untuk melemahkan bahkan membunuh akidah dan keimanan para remaja. nah lho? enggak sadar ya? hehehe.

well, itu hanya pemikiran saya yang suka kemana-mana. bisa jadi benar bisa jadi juga salah. hehehe. tapi tak mengapa saya tulis di sini. siapa tahu bisa berguna bagi kawan-kawan. dan siapa tahu setelah membaca ini langsung bergegas melihat apakah diri ini sedang berada dalam cengkeraman ranjau atau tidak. dan semoga tidak!

selamat meranjau! eh, selamat membaca :)
terima kasih yaaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar