Minggu, 31 Mei 2015

enzim itu bernama nutrifoodase

Banyak sekali reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia. Reaksi tersebut merupakan proses metabolisme yang hampir kebanyakan melibatkan “senyawa protein khusus” di dalamnya. Karbohidrat yang kita asup diubah menjadi energi berkat sebuah karya luar biasa dari “senyawa” tersebut. Pun demikian yang terjadi dengan lemak dan protein yang akhirnya berubah menjadi energi. Peran “protein khusus” tersebut cukup mendominasi.

Apakah gerangan “senyawa protein khusus” tersebut? Untuk orang-orang dengan background pendidikan eksakta atau IPA, tampaknya sudah tak asing lagi dengan namanya. Ia adalah senyawa yang berperan sebagai biokatalisator dalam reaksi kimia. Bekerja untuk mengubah substrat menjadi produk. Hmmm, clue-nya sudah semakin jelas, dan daripada "kzl" alias kesel nunggu lama-lama, mari kita sambut, inilah diaaaaaaaa… ENZIM.

Enzim ini punya cara kerja sebagai berikut seperti yang saya kutip dari wikipedia:


Dari gambar di atas, bisa dilihat bahwa enzim akan bereaksi dengan substrat dan bergabung menjadi ikatan enzim - subztrat yang kemudian menjadi produk dan enzim dengan waktu yang relatif lebih cepat. Jadi, enzim tidak ikut beraksi melainkan dihasilkan kembali.

Ada satu hal unik yang paling saya ingat dari enzim. Namanya hampir selalu diakhiri dengan akhiran “ase", misalnya enzim yang memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol dinamakan lipase. Juga nama-nama spesifik semisal maltase, beta galaktosidase, selulase, dan tentunya masih banyak ase-ase lainnya. Kesemuanya adalan nama dari enzim, kecuali Tao Ming Tse ya… Hehehe :)

Dan tentunya, tulisan ini bukan dalam rangka memaparkan enzim dengan lebih detil. Cukuplah kawan-kawan melirik buku-buku biokimia atau situs internet jika tertarik menekuninya lebih dalam. Yang ingin saya bahas adalah sebuah analogi enzim dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti halnya reaksi kimia dalam tubuh, kehidupan kita sehari-hari pun adalah kumpulan dari reaksi senang – sedih, suka – duka, kecewa – gembira dan lain sebagainya. Kesemua reaksi tersebut dipantik oleh berbagai macam peristiwa. Contohnya ketika kita sukses menjadi karyawan tetap, maka reaksinya adalah gembira. Ketika kita nyaman dengan lingkungan pekerjaan, reaksinya adalah suka dan senang. Reaksi yang muncul biasanya adalah hasil jawaban dari hati, dan tak jarang reaksi tersebut dipercepat atau dikatalis oleh suatu “enzim”, yang mungkin bagi setiap orang berbeda.

Saya akan sedikit bercerita mengenai satu contoh reaksi yang terjadi dan berkesan dalam hidup. Peristiwa yang mendasari kejadian itu, dan apa ”enzim” yang berperan di dalam reaksi tersebut.

Tahun 2012 akhir, saya terpukul sekali karena merasa gagal menjadi panitia family gathering ke Trans Studio Bandung di kantor. Banyak sekali kendala yang terjadi saat itu, walau kebanyakan dikarenakan oleh pihak ketiga (vendor transportasi, catering, dan juga tempat), tapi tentunya panitia sebagai pihak internal yang langsung berhubungan dengan peserta adalah sebagai penanggung jawab.

Esoknya saya masuk kantor seperti biasa. Kegagalan acara family gathering samar-samar saya dengar dari banyak karyawan, seolah menjadi trending topic ketika makan siang di kantin. Energi negatif berkumpul dalam diri dan seolah menganggap bahwa sebagian besar perserta menghakimi saya dengan celaan. Sempat dipersalahakan dan berujung pada rasa kecewa pada diri sendiri dan rasa-rasanya negativisme saat itu tertumpah ruah menyelimuti saya yang merasa “mendadak kerdil”. Jujur saya, saya merasa DEMOTIVASI.

Namun, saya pelajari lagi bahwa pikiran buruk tersebut sebagian besar hanya dimunculkan oleh diri sendiri. Perlu waktu satu hari untuk saya larut dalam perasaan “jatuh”, dan saya segera tata kembali pikiran sehat dengan membayangkan esok pagi tatapan menghakimi itu berubah menjadi senyuman cerah, celaan berubah menjadi sapaan hangat. Semuanya saya bayangkan dengan bermodal percaya akan budaya kantor saya yang positif. “Badai pasti berlalu, semoga ada bantuan enzim yang mempercepat reaksi negatif yang saya alami ini segera berakhir”.

Keesokan harinya, saya masuk kantor dengan lebih percaya diri, menatap dengan gagah disertai senyuman berseri. Saya lawan pikiran negatif tersebut dan Alhamdulillah, prasangka negatif tersebut berhasil dipatahkan setelah saya merasakan langsung bahwa di balik kekecewaan peserta, masih banyak yang menaruh empati dan dukungan pada saya. Ternyata lebih banyak karyawan yang justru tetap berpikir positif dibandingkan yang negatif. Senang sekali, semua berakhir hanya dalam 1 hari. Di situlah saya belajar arti sebuah empati yang sebenarnya.

Saya merasa mendapatkan salah satu potongan puzzle reaksi kehidupan yang teramat berharga saat itu. Sebuah senyawa bernama EMPATI adalah sebuah produk baru dalam kamus kehidupan saya. Sebagai sebuah hasil reaksi dengan substrat bernama DEMOTIVASI. Lantas siapa yang menjadi “enzim”-nya? Saya sebut enzim itu dengan nama NUTRIFOODASE, yang berasal dari nama kantor saya dengan akhiran "ase". Hehehe :)

Pembelajaran ini sungguh bernilai bagi saya, dan saya cukup yakin bahwa hampir semua karyawan di PT. Nutrifood Indonesia pernah mengalami beraneka reaksi kehidupan yang seru dan berkesan, dimana di dalamnya terlibat enzim bernama nutrifoodase. Reaksi apakah itu? Semoga sebuah reaksi positif yang menjadikan diri semakin kuat dan hebat. Aamiin…

Bagi kawan-kawan yang juga punya cerita menarik mengenai peran dari enzim nutrifoodase dalam rekasi kehidupan kalian, yuk berbagi cerita dan ramaikan di blog nutrifood. selamat membaca!



sebuah cerita psikobiokimia
@nutrifood

Tidak ada komentar:

Posting Komentar