Jumat, 03 Januari 2014

kemanakah generasi qur'ani itu?

Assalamu’alaykum…

Selamat pagi semuanyaaa… Bertemu lagi di laman blog saya yang sederhana ini. Terima kasih yang sudah mau berkunjung. Baik yang dengan sukarela karena sudah menjadi pengunjung setia, yang karena tidak sengaja nemu pas googling alias kesasar, yang dipaksa untuk visit oleh saya, atau yang hanya sekedar lirik lantas bilang “owh okay, cukup tahu” hahaha. Ya apapun itu, sejatinya ALLAH yang memperkenankan laman blog saya ini dilirik oleh teman-teman sebagai orang-orang yang beruntung. Selamat!!! *hehehe pede abis :)

Ok, tahun 2014 sudah sama-sama kita masuki. Banyak orang membuat resolusi barunya dengan niat sepenuh hati untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Saya yakini itu. Apapun bentuk resolusi teman-teman, semoga mewujud nyata ya, dan harapannya resolusi yang dibuat semoga memiliki value dan kualitas yang superb. Aamiin.

Belakangan ini, beberapa posting di timeline akun twitter saya sedang ramai dibicarakan sebuah program bernama ODOJ alias one day one juz. Dari namanya saja sudah jelas kegiatannya seperti apa, yaitu membaca Al Qur’an 1 Juz per hari yang dilaksanakan serempak oleh sekelompok orang. Sebuah program yang baik menurut saya. Terlebih bila program ini sudah terbiasa dikenalkan kepada anak-anak kecil. Daripada banyak main ga jelas, nampaknya program ini bisa menjadi ladang pahala untuk anak-anak dan juga menjadi tameng awal di tengah kondisi kehidupan yang serba sekuler seperti sekarang ini.

Mengingat ODOJ ini, pikiran saya terbawa terbang kepada memori masa lalu. Nostalgia ketika masa kecil dulu, tepatnya ketika masa-masa saya baru pertama kali bisa membaca sepotong “alif, ba, ta, tsa”. Kapankah itu? Kelas 5 SD. Waktu yang agak terlambat memang, tapi lebih keren dibandingkan tidak sama sekali. Agree?

Iya, saat itu saya termasuk anak yang sangat ketinggalan dalam urusan membaca huruf arab dan juga rangkaiannya dalam bentuk ayat dan surat. Beberapa surat pendek untuk digunakan sholat lima waktu, saya hafal tapi tanpa mengetahui cara membaca hurufnya. Ketika saya memasuki kelas 5 SD sekitar tahun 1997-an, metode pembelajaran agama di kelas saya adalah dengan membahas setiap bab yang ada di buku pelajaran. Biasanya akan ditunjuk beberapa murid yang akan membacakan ayat yang ada pada bab tersebut.

Suatu ketika, saya ditunjuk menjadi orang yang beruntung tersebut. Sungguh beruntung saya bilang. Betapa tidak? Tetiba badan saya panas dingin, saya gemetar, saya gugup. Jelas sekali bahwa saya sedang dihadapkan pada sebuah tulisan arab yang sama sekali saya tidak bisa membacanya. Seperti hieroglyph zaman Mesir atau tulisan paku (kuneiform) zaman Mesopotamia. Saya melihatnya seperti kode-kode yang tidak bisa saya baca, apalagi saya artikan. Akhirnya saya mengaku kepada guru bahwa saya tidak bisa membacanya. Belum bisa tepatnya. Dengan rasa sangat malu saat itu, saya berjanji di dalam hati bahwa saya harus bisa menguasai teknik membaca tulisan arab ini. HARUS!!!

Tekad saya yang kuat tersebut akhirnya terjawab ketika teman-teman main saya di rumah mengajak untuk bergabung mengaji di sebuah tempat mengaji, yang mana sekarang guru ngaji saya tersebut menjadi ketua RW di tempat saya. Dengan tekad sekuat baja, saya rutin dan rajin sekali mengaji setiap ba’da maghrib sampai isya menjelang. Dengan bimbingan guru dan terkadang kakak yang sudah pandai mengaji, saya diajarkan memulai dengan iqro 1. Lanjut ke iqro 2, 3, 4 dan seterusnya sampai iqro 6. Alhamdulillah ALLAH membenamkan daya tangkap yang cemerlang untuk saya saat itu sehingga bisa dengan lancar dan cepat menguasai. Memasuki kelas 6 SD saya sudah bisa membaca Al Qur’an.

Bisa membaca Al Qur’an saja tidaklah cukup. Urusan hukum-hukum membacanya pun menjadi sangat penting. Akhirnya ketika kelas 1 SMP, saya pindah mengaji karena ajakan teman. Semangat mengaji saya masih sangat tinggi yang dibuktikan dengan hampir tidak pernah bolos mengaji walaupun pengajian diadakan tepat setelah jam pulang sekolah. Ketika kelas 1 SMP, saya full masuk siang dan pulang menjelang maghrib. Sampai rumah biasanya saya langsung bersemangat untuk mengaji.

Di tempat mengaji yang baru ini, saya diajarkan ilmu baru, yaitu ilmu tajwid yang merupakan ilmu hukum-hukum dalam membaca Al Qur’an. Beberapa hukum nun mati, mad, dan lain sebagainya diajarkan dengan baik menggunakan metode “bernyanyi”. Dengan metode inilah saya bisa menangkap ilmu ini dengan cukup cepat. Alhamdulillah setiap saya membaca AL Qur’an saya jarang sekali mendapat revisi terkait ilmu tajwidnya. Oiya asal teman-teman tahu, beberapa liriknya saya masih hafal sampai sekarang lho! *penting... hehehe


Ok, cukup ceritanya ya. Intinya adalah kemauan dan motivasi saya mengaji (baca tulis Al Qur’an) datang dari diri saya sendiri, bukan suruhan atau paksaan orang tua ataupun teman. Semangat yang membumbung saat itu membuat saya berhasil menguasai baca tulis Al Qur’an yang walaupun saya sadari masih banyak sekali kekurangan dalam diri saya. Sampai sekarang pun masih terus belajar, harus terus diasah, dan yang lebih penting lagi untuk ukuran saat ini, bukan hanya sekedar membacanya, tapi faham terjemahannya. Dan tentunya mempraktikan perintah yang ada di dalamnya dan menjauhi larangan yang ada di dalamnya adalah hal yang jauh lebih utama untuk saat ini.

Kemudian, saya berkaca pada kondisi anak-anak sekarang. Beberapa hal saya bangga sekaligus iri manakala mendapati kabar bahwa ada sekumpulan anak-anak yang belum genap 10 tahun sudah hafal Al Qur’an alias hafiz. Subhanallahu sungguh menawan sekali! Tapi di lain pihak, miris juga tatkala mendapati tak sedikit anak-anak yang justru sampai sudah SMA sekalipun belum bisa membaca Al Qur’an. Masya ALLAH.

Ada apakah dengan fenomena ini? Beberapa anak zaman sekarang lebih bangga ketika mereka merasa hebat dan jago bermain game. Mereka merasa lebih keren ketika punya akun hampir di semua sosial media, membuat mereka merasa lebih eksis. Mereka berhasil dijebak dengan jebakan syaithan. Sekarang setiap ba’da maghrib di dekat rumah saya sudah nyaris tak dijumpai anak-anak yang gemar mengaji. Sebaliknya mereka lebih senang pergi ke warnet bermain game online.

Sungguh hebat para musuh ALLAH bekerja di zaman sekarang. Mereka mulai merusak semangat anak-anak sedini mungkin. Teknologi dijadikan sebagai salah satu media yang sengaja disusupkan dengan tujuan melalaikan peran, fungsi dan tugas anak yang sebenarnya. Teknologi sengaja dibuat supaya identitas diri anak akan sesuai dengan apa yang diyakininya dan dilakukan sehari-hari, bukan lagi identitas seorang muslim yang bangga dengan kitab sucinya.

Tentunya tantangan masa kini terhadap identitas anak menjadi tanggung jawab bersama dari orang tua yang hidup di zaman sekarang. Saya meyakini bahwa para musuh ALLAH akan semakin mencari cara-cara mutakhir untuk merusak moral dan aqidah anak-anak. Jika orang tua masa kini tidak berusaha memutakhirkan cara melawannya, maka jangan salahkan anak-anak jika kelak mereka lebih senang berada di warnet ketimbang di masjid. Jangan salahkan anak-anak jika kelak mereka lebih senang menabung untuk membeli gadget dibandingkan dengan membeli buku ilmu pengetahuan. Jangan salahkan anak-anak juga jika mereka lebih hafal istilah-istilah alay dan bahasa prokem dibandingkan istilah-istilah dan bahasa Al Qur’an. Naudzubillah…

Karenanya, masa depan anak-anak akan tergantung dengan bagaimana pola pengasuhan dan pembimbingan dari orang tua. Jika ingin anak-anak kita kelak pandai membaca Al Qur’an, maka menjadi harga mati untuk kita sebagai panutan dalam memberikan contoh. Jika ingin anak-anak kita kelak bangga berhukum pada Al Qur’an, maka menjadi harga mutlak untuk kita sebagai teladan dalam memberikan contoh. Kalau bukan kita, siapa lagi? Mari sama-sama belajar untuk membentuk generasi masa depan yang lebih baik. Aamiin.

Kiranya itu yang bisa saya share pada kesempatan pagi ini. saya meyakini bahwa masih banyak anak-anak yang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hanya saja mereka tidak tahu wadahnya, tidak tahu harus disalurkan ke mana. Dan bentuk kepeduliaan saya saat ini baru bisa dalam bentuk berbagi pola pikir. Terbersit keinginan besar untuk bisa terjun aktif sebagai penggiat yang fokus mengurus ini. Suatu saat. Insya ALLAH, dan ini menjadi salah satu harapan terbesar saya di 2014. Semangat!!!

Wassalamu’alaykum...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar