Rabu, 15 Juli 2015

hello... my name is perfectionist



Manusia memiliki berbagai macam sifat. Semua tentu setuju. Sifat-sifat tersebut terbentuk karena banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Ada yang karena memang sudah bawaan dan ada juga yang karena pengaruh lingkungan, pengalaman hidup (baik maupun buruk), dan lain sebagainya.

Saya akan cerita sedikit mengenai salah satu sifat yang cukup “kontroversial” untuk saya pribadi. Mengapa disebut kontroversial? Karena saya sendiri tidak tahu ini apakah sifat yang baik atau sebaliknya. 

Ketika saya duduk di bangku mahasiswa, saya terpilih menjadi 5 besar calon ketua himpunan mahasiswa. Serangkaian test diadakan untuk memilih siapa yang dipercaya untuk membawa himpunan mahasiswa ini selama setahun ke depan. Singkat cerita, sampai pada salah satu test terakhir yaitu diskusi panel dan masing-masing dari kami ditanya mengenai sebutkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki?

Dan saya menjawab: ”Saya adalah seorang perfeksionis. Saya tidak tahu ini adalah sebuah kelebihan atau justru kekurangan. Dan seterusnya…”

sumber gambar: www.renunganyouth.com

Itulah yang saya maksud dengan kontroversial. Bahkan saya sendiri tidak tahu apakah sifat perfeksionis yang saya miliki ini adalah sebuah kelebihan atau kekurangan. Bahkan sampai saat ini, pun saya masih belum tahu jawabannya.

Namun yang pasti, saya merasakan sekali sifat ini begitu kental dalam darah. Melihat sesuatu tidak rapi di meja kerja, saya bereskan. Ada slide presentasi yang kurang enak dipandang mata, gemes untuk diubah dan dibuat sepresisi mungkin. Jika ada email yang mana orang lain tidak follow up dengan segera, saya yang akan stress ikut memikirkan. Jika harus mengerjakan tugas dan sekelompok dengan yang cuek, keselnya bukan main. Hahaha rada aneh memang.

Dengan memahami sifat ini, sebetulnya ada imbas yang sangat dirasa, yaitu mudah gemes dan depresi jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan standard yang dimiliki. Inilah yang sangat perlu dikontrol. Bagaimana cara mengontrolnya? Apakah dengan menurunkan standard yang dimiliki atau tetap kekeuh pada standard tapi lebih berusaha untuk bersikap tenang dan tidak mudah depresi? Saya pribadi memilih yang kedua, walau secara jujur masih belum bisa. Selalu ada rasa geregetan acapkali ada sesuatu yang tidak sesuai. 

Tapi akhirnya pembelajaran dan pengalaman yang membukakan pengetahuan saya. Saya menyadari bahwa setiap orang memang diciptakan berbeda lengkap dengan sifat (senjata) yang berbeda pula. Tidak semua bisa dipaksakan harus sesuai dengan standard kita karena kelebihan dan kekurangan orang berbeda-beda. Karenanya sifat bijaklah yang perlu diambil. Saya menjadikan sifat perfeksionis yang saya miliki sebagai ciri yang baik. Senang berkompetisi untuk kebaikan. Senang memiliki standard yang tinggi supaya hasilnya keren dan cemerlang. Senang kerapian karena rapi identik dengan keindahan dan itu adalah bagian dari iman.

Ya, pada akhirnya setiap sifat yang dimiliki tentu bisa dimaknai positif maupun negatif tergantung diri kitalah yang menguasainya dan menginginkan dibawa ke mana. Jika mau baik, baikkanlah sifat yang dimiliki, dan jika mau buruk, itu juga pilihan. Semuanya kembali pada diri masing-masing…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar