Senin, 20 Juli 2015

jelajah: sebuah kontemplasi

tahun lalu, atas izin ALLAH saya berkesempatan untuk melakukan perjalanan alias penjelajahan yang cukup panjang. kurang lebih selama 10 hari. sejauh ini masuk ke dalam kategori penjelajahan terlama dalam hidup saya. mulai dari surabaya, lombok (hanya transit sebentar), pulau komodo dan sekitarnya, labuan bajo (hanya transit), wae rebo, desa cancar yang terkenal dengan sawah berbentuk laba-labanya, perkampungan megalitikum bena - bajawa, danau kelimutu, ende dan berakhir ke tanah lot bali. sempurna dan membuat iri bukan?

tapi...

saya tak pernah tahu apakah itu sebuah penjelajahan yang mendapatkan nilai pahala atau tidak. niat sih boleh saja untuk mengagumi ciptaan-Nya. untuk tafakur! tapi rasanya jika memang demikian mudah sekali dong ya. setiap saya melakukan penjelajahan model demikian, saya tinggal niatkan untuk bertafakur dan mengagumi alam ciptaan Sang Maha Kuasa. selesai deh! beres... senengnya dapat pahala pun dapat.

tapi...

sebentar! apa iya begono? kok saya merasa ada yang janggal dan keliru dengan ini. lantas apakah sama nilai pahala orang yang nyata berjuang melawan kemungkaran dengan hanya sekedar menjelajah dengan niat tafakur seperti yang saya lakukan tersebut? hhhmmm, logikanya mustinya beda. dan aneh juga sih sayanya, kok nyasar sampai ke situ perbandingannya. nggak apple to apple. hehehe...

tapi...

urusan pahala, ALLAH saja yang berhak menilai. yang bisa saya lakukan adalah mengambil cermin dan melakukan refleksi. dari cermin tersebut, akhirnya terbongkar topeng bahwa kapasitas saya ketika melakukan penjelajahan masih banyak diliputi nuansa senang-senang dan main-mainnya saja. jadi untuk saya pribadi, penjelajahan tersebut saya anggap sebagai senda gurau saya saja dalam menghindari penatnya aktivitas.

lalu...

saya menata ulang niat dan melakukan kontemplasi. godaan penjelajahan ke tempat-tempat baru nan indah memang bukanlah perkara yang mudah untuk dihindar begitu saja. selalu saja ada desir semangat ketika melihat megahnya gunung-gunung yang belum sempat didaki. selalu saja ada getar rindu ketika melihat pohon-pohon menjulang yang memesona lubuk hati. dan selalu saja ada gemuruh sorak ketika melihat bangunan-bangunan otentik dan fenomenal yang belum sempat diabadikan kamera.

lalu...

saya menata ulang pola pikir dan melakukan kontemplasi. menggiring saya untuk mangatakan bahwa memikirkan kenikmatan dan keindahan tempat-tempat baru tak akan pernah ada habisnya. bumi ALLAH ini luas dan tak mungkin semua tempat bisa dijamah dalam masa hidup yang tak seberapa. realistis sajalah, suhadi...

lalu...

saya menata ulang paradigma dan melakukan kontemplasi. sampai saya temukan bahwa rumus penjelajahan hidup saya bukanlah tertuju pada tempat-tempat yang indah saja. lebih dari itu, tapi ilmulah yang sebetulnya harus saya jelajahi. betapa miskinnya ilmu yang masih dimiliki, tapi kadang suka merasa sudah tahu banyak. betapa sedikitnya yang masih diketahui tetapi energi untuk bergerak menjelajahi ilmu teramat lemah. beginikah yang mau disebut sebagai orang yang ingin membentuk peradaban?

ah...

suhadi mimpi di siang hari itu sih.

tapi...

ilmu juga akan didapat dari melakukan perjalanan dan penjelajahan ke tempat-tempat baru bukan? yes! benar sekali... ilmu ada di balik pantai yang indah. ilmu ada di sudut gunung yang kokoh. ilmu ada di balik arsitektur bangunan yang megah. ada di situ semua! tapi jujurlah pada diri, seberapa banyak dari sekian itu yang memang diresapi untuk memperkaya ilmu guna penjelajahan menuju tempat kembalimu, suhadi? ngaku!

sedikit! teramat sedikit, kadang tak ada. kadang begitu naifnya saya hanya silau dengan pengakuan dari manusia lain karena pernah ke tempat x dan pernah berfoto di y atau untuk sekadar bisa cas cis cus menceritakan dari a sampai z mengenai pengalaman penjelajahan saya untuk sekedar mendapatkan kata "wow, cool atau keren".

padahal...

untuk menjelajahi ilmu, tenaga yang dimiliki masih belum bisa sama besarnya dengan menjelajahi tempat-tempat baru. selalu ada belenggu yang membuat mata terkantuk, badan terkulai.

padahal...

nyata bahwa penjelajahan akan ilmu menuju tempat kembali adalah tugas pokok dari hidup dan itu merupakan esensi dari penjelajahan yang sesungguhnya. makna penjelajahan menuju titik nol! titik di mana suatu saat kita sudah berada dalam dimensi yang berbeda. titik nol! titik untuk memulai penjelajahan kekal yang tak berkesudahan bernama AKHIRAT. bukan lagi sepuluh hari, sebulan, setahun, sewindu, seabad, tapi selamanya... ya selamanya... itulah penjelajahan yang akan dijelang.

jadi...

sudah menyiapkan tenaga baru untuk penjelajahan yang sesungguhnya?

insya ALLAH...


ditulis dengan penuh kesadaran, untuk kemudian dibaca guna menyadarkan diri...

bekasi, 4 syawal 1436 H
dalam sebuah kontemplasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar